JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak menutup kemungkinan melakukan pemeriksaan terhadap anggota DPR dalam kasus dugaan suap yang terjadi di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, sejumlah anggota DPR disebut ikut menikmati uang suap dalam pengadaan satelit monitoring.
"Saksi-saksi yang terkait dengan dipandang relevan dalam sebuah proses penyidikan tentu tidak tertutup kemungkinan akan dipanggil," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, melalui pesan singkat, Senin (10/4/2017).
Dalam persidangan pada Jumat (8/4/2017) lalu, tersangka Fahmi Darmawansyah selaku Direktur PT Merial Esa menyebutkan, adanya aliran uang sebesar 6 persen dari nilai proyek sebesar Rp 400 miliar kepada anggota DPR melalui politisi PDI-P Ali Fahmi alias Fahmi Al Habsy.
Ia menyebutkan, uang itu di antaranya mengalir kepada politisi PDI-P Eva Sundari, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB Bertus Merlas, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Fayakun Andriadi.
(Baca:Uang Suap Proyek Bakamla Diduga Mengalir ke Sejumlah Anggota DPR)
Uang itu diberikan sebagai "pelicin" untuk memperlancar proyek.
Menanggapi kesaksian Fahmi, Eva membantahnya. Sejak kembali menjadi anggota DPR, Eva mengaku tidak pernah bertemu dengan Fahmi.
Terakhir kali ia bertemu Fahmi saat membacakan puisi balasan untuk Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon pada Oktober 2016.
Meski demikian, Febri mengatakan, KPK mencermati dan terus mempelajari setiap fakta persidangan dalam kasus yang telah menjerat lima orang tersangka itu.
"Penelusuran indikasi keterkait dengan antara institusi negara, swasta dan legislatif tentu menjadi bagian dari hal yang dicermati KPK dalam penanganan sejumlah perkara," ujar Febri.
(Baca: Namanya Diseret Dalam Kasus Suap Bakamla, Ini Kata Eva Sundari)
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka.
Selain Fahmi, tersangka lainnya adalah Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi, dan dua anak buah Fahmi, Muhammad Adami Okta, dan Hardy Stefanus.
Selain itu, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI juga telah menetapkan Direktur Data dan Informasi Badan Keamanan Laut RI, Laksamana Pertama Bambang Udoyo sebagai tersangka di kasus yang sama, yang ditangani TNI.