Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/03/2017, 09:35 WIB

oleh: M Subhan SD

Pertemuan Presiden Joko Widodo dan presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (9/3), ibarat dua orang yang sama-sama memendam rindu. Sama-sama punya hasrat bertemu. ”Seperti sudah sering saya sampaikan bolak-balik, saya akan mengatur waktu untuk bertemu Pak SBY, dan hari ini, alhamdulillah beliau pas ada waktu juga,” kata Jokowi, Kamis. SBY menimpali, ”Pertemuan ini sudah digagas dan dirancang cukup lama. Alhamdulillah hari ini berlangsung.”

Hubungan dua tokoh itu memang agak menegangkan. ”Ada yang beri tahu ke saya, beliau (Jokowi) ingin bertemu saya. Cu- ma, ada dua-tiga orang di sekeliling beliau yang menghalangi,” kata SBY, Februari lalu, saat panas-panasnya situasi setelah na- ma SBY disebut di persidangan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama. Ada kecurigaan telepon SBY dengan Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin disadap.

Setelah aksi massa 4 November 2016 dan 2 Desember 2016, SBY seakan menjadi tertuduh penggerak di balik aksi-aksi tersebut, termasuk selentingan kabar di balik aksi makar. Juga saat mantan Ketua KPK yang pernah mendekam di penjara terkait kasus pembunuhan, Antasari Azhar, meminta SBY buka mulut mengenai kasus yang menimpa dirinya.

Mari kilas balik dua tahun lalu. Saat transisi pemerintahan, Jokowi bertemu empat mata dengan SBY di Nusa Dua, Bali, Agustus 2014. Suasananya santai, tak ada beban. Namun, Maret 2016, hubungan keduanya menegang. Ketika bersafari di Jawa, SBY mengkritik pemerintah untuk tidak ngotot membangun infrastruktur di tengah kondisi ekonomi yang lesu. Presiden Jokowi memang tengah ngebut membangun infrastruktur.

Jokowi tak bereaksi. Dia cuma meninjau megaproyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Olahraga Nasional Hambalang di Bogor, warisan zaman SBY. Proyek itu telantar sia-sia setelah anggarannya digarong termasuk oleh elite Partai Demokrat kala itu. Begitulah pukulan balik Jokowi. Itulah sesi Jokowi versus SBY yang rupanya terus berlanjut.

Tak heran pertemuan dua tokoh ini amat dinanti-nanti. Apalagi, dalam dua bulan ini, Presiden Jokowi sudah bertemu Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Paling fenomenal adalah pertemuan berulang kali dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, lawan tanding di Pilpres 2014.

Dan, pekan lalu Jokowi dan SBY sudah berkomunikasi sekaligus klarifikasi banyak hal. Boleh jadi juga blakblakan, bahkan diselingi canda. ”Saya mengatakan secara berseloroh bahwa presiden itu hidupnya tidak tenang, kiri salah kanan salah, maju kena mundur kena,” kata SBY tersenyum.

Kalau sudah bertemu, rasanya hati sudah plong. Pertemuan membuat suasana cair dan relaks. Pertemuan menghapus prasangka, rasa curiga, rasa kesal, dugaan-dugaan. Jika hubungan keduanya sudah mencair, tentu bisa mengurangi ketegangan politik yang terus memanas selama ajang Pilkada DKI Jakarta.

Lalu, ke manakah suara pendukung Agus Harimurti Yudho- yono, putra sulung SBY yang tak lolos putaran pertama, setelah pertemuan itu? Biarlah itu teruji di putaran kedua pada 19 April. Catatan pekan ini: sesekali menikmati teh hangat berduaan di beranda belakang (veranda talk) Istana Merdeka lebih keren karena bikin politik lebih sejuk. Dan, lamat-lamat terdengar suara merdu Raisa melantunkan ”Mantan Terindah”.
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Maret 2017, di halaman 2 dengan judul "Mantan Terindah".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com