Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kami Mohon... Badai Cepat Berlalu"

Kompas.com - 27/01/2017, 07:38 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ditangkapnya Hakim Konstitusi Patrialis Akbar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (25/12/2017) menjadi pukulan telak bagi Mahkamah Konstitusi (MK).

Terlebih lagi, penangkapan terhadap Patrialis menjadi torehan buruk kali kedua bagi MK setelah penangkapan terhadap mantan Hakim MK, Akil Mochtar, pada 3 Oktober 2013 lalu. Akil ditangkap lantaran terlibat suap sembilan sengketa pilkada di MK pada 2011.

Dalam konferensi pers yang digelar di gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat 6, Jakarta Pusat, Kamis (26/1/2017), Ketua MK Arief Hidayat mengungkapkan penyesalannya dan berharap bahwa penangkapan Patrialis menjadi "catatan merah" terakhir bagi MK.

"Saya mohon (penangkapan) ini yang terakhir karena kami juga sangat shock dan berat sekali menerima musibah ini," tutur Arief.

Arief berharap, persoalan hukum yang menjerat Patrialis dapat segera dituntaskan. Hal ini demi menjaga nama baik dan martabat MK sehingga tetap dipercaya masyarakat.

"Kami mohon doa restu kepada seluruh rakyat Indonesia dan mass media supaya badai cepat berlalu karena hujan segera berhenti, dan kami mohon restunya supaya mahkamah ini tetap menjadi mahkamah yang didambakan rakyat Indonesia," kata Arief.

(Baca: Patrialis Akbar, Hakim MK Pilihan SBY yang Sempat Jadi Polemik)

KPK, kata Arief, juga dipersilakan meminta keterangan semua hakim konstitusi meskipun tanpa didahului izin kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mewakili MK, Arief pun menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia.

"Kami semua hakim konstitusi merasa sangat prihatin dan menyesalkan peristiwa tersebut terjadi di tengah MK yang sedang berikhtiar membangun sistem yang diharapkan dapat menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat kode etik konstitusi," kata dia. 

Ditangkap di pusat perbelanjaan

Dalam konferensi pers yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, terungkap bahwa operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Patrialis dilakukan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat.

"Di Grand Indonesia, Jakarta, bersama seorang wanita," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.

Selain Patrialis, KPK mengamankan 10 orang lainnya di dua tempat berbeda, yakni di lapangan golf Rawamangun dan sebuah kantor di bilangan Sunter, Jakarta Utara.

Pada kasus ini, Patrialis diduga menerima suap senilai 20.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar dari pengusaha pengimporan daging, Basuki Harman, melalui Kamaludin.

(Baca: Patrialis Akbar, Cita-cita Benahi Hukum Berujung Bui)

Suap yang diterima Patrialis guna meloloskan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sedang diproses di MK. Adapun uji materi ini teregistrasi dengan nomor perkara 129/PUU/XII/2015.

Saat ini, uji materi sejumlah pasal dalam UU tersebut telah mencapai tahap akhir, atau hanya tinggal menunggu pembacaan putusan. Dalam penangkapan itu juga, KPK menyita sejumlah barang bukti lainnya.

"KPK mengamankan dokumen perusahaan, voucer penukaran mata uang asing, serta draf putusan perkara nomor 129," ujar Basaria.

KPK telah menetapkan empat orang, termasuk Patrialis, sebagai tersangka. Sementara itu,  tujuh orang lainnya masih berstatus sebagai saksi.

Halaman:


Terkini Lainnya

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com