Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Terancam Kekurangan Negarawan

Kompas.com - 23/01/2017, 17:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Fungsi partai politik melakukan kaderisasi hanya sebatas teori. Partai politik masih berpikir pragmatis daripada menjalankan fungsi kaderisasi tersebut. Padahal, kegagalan kaderisasi dan sikap pragmatis partai politik akan menghambat konsolidasi demokrasi.

Kegagalan kaderisasi oleh partai itu terlihat dari meningkatnya tren pasangan calon kepala/wakil kepala daerah tunggal di sejumlah pemilihan kepala daerah. Kemudian, indikasi kegagalan kaderisasi partai ini belakangan menguat setelah Partai Hanura memasukkan puluhan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai anggotanya.

Bahkan banyak di antara anggota DPD tersebut yang ditempatkan di struktur kepengurusan Partai Hanura.

Fenomena kegagalan kaderisasi oleh partai ini diperkirakan akan menguat mendekati Pemilu 2019. Sama seperti pemilu sebelumnya, partai diperkirakan akan kembali mengusung calon anggota legislatif bermodal kuat dan populer dari luar partai daripada kader sendiri. Ini karena sikap pragmatis partai untuk meraup suara banyak saat pemilu.

”Kaderisasi di partai memang tidak pernah berjalan. Kaderisasi itu hanya teori. Partai lebih berpikir pragmatis, memilih jalan pintas,” ujar pengamat politik dari Universitas Paramadina, Toto Sugiarto, saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (22/1).

Padahal dengan mengabaikan fungsi kaderisasi, partai sama saja mempersulit proses konsolidasi demokrasi. Pasalnya dalam proses itu, dituntut politisi matang yang lebih memikirkan negara daripada kepentingan pragmatis kekuasaan.

”Untuk itu, partai diharapkan menjadi kawah candradimuka politisi melalui kaderisasi yang harusnya mereka lakukan. Jika peran itu tidak dijalankan, suatu saat bangsa akan kekeringan negarawan,” katanya.

Bukan hanya itu, sikap pragmatis yang menonjol dari partai juga membahayakan negeri. Ketika mereka nantinya menduduki posisi di eksekutif atau legislatif, pemikiran mereka akan cenderung pragmatis. Mereka semata mengejar kepentingan sesaat daripada kepentingan jangka panjang untuk rakyat dan bangsa.

Mendorong

Partai juga seharusnya sadar, dengan lebih mengutamakan orang luar partai yang populer atau bermodal kuat daripada kader yang telah lama berkarier di partai, akan membuat orang malas bergabung dengan partai politik.

Jika ini terjadi, partai akan semakin ditinggalkan. Padahal, partai merupakan salah satu institusi penting dalam demokrasi.

Menurut pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, LIPI pernah mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengeluarkan aturan yang bisa mendorong partai menjalankan fungsi kaderisasi.

Salah satunya, aturan untuk menjadi calon anggota legislatif, harus ada syarat menjadi anggota partai minimal dua tahun.

Bahkan dalam kajian LIPI bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, syarat minimal yang diusulkan adalah lima tahun. Jika aturan ini dilahirkan, praktis akan mendorong partai untuk melakukan kaderisasi.

”Namun permasalahannya, aturan itu bisa lahir kalau ada komitmen dan kemauan dari elite dan pimpinan partai politik. Kalau tidak ada perwakilan partai di DPR, tidak akan mungkin melahirkan aturan tersebut,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com