Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi PDI-P Sebut Isu 10 Juta TKA Asal China Politis

Kompas.com - 29/12/2016, 21:02 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Masinton Pasaribu menilai isu serbuan 10 juta tenaga kerja asing (TKA) ilegal dari China bertendensi politis.

"Ini paket black campaign, digunakan untuk menciptakan ketidakadilan dan ketidakpercayaan. Isu ini tendensinya sudah ke arah rasial dan bisa diarahkan ke kebangkitan komunisme," kata Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/12/2016).

Apalagi, menurut Masinton, isu tersebut disebarkan secara terstruktur, sistematis, dan masif, khususnya melalui media sosial.

(Baca: Isu Serbuan Pekerja Asal China dan Komunisme, Ini Kata Panglima TNI)

Padahal, kata anggota Komisi III DPR itu, pemerintah sudah mengklarifikasi jumlah TKA asal China yang berada di Indonesia. Menurut Presiden Joko Widodo, jumlah TKA China di Indonesia hanya berjumlah 21.000.

Namun demikian, Masinton mengakui, kemunculan TKA ilegal asal China salah satunya disebabkan oleh kebijakan bebas visa yang saat ini diberlakukan.

Ia mengatakan, semestinya kebijakan tersebut diikuti dengan pengawasan yang ketat agar tak dimanfaatkan oleh TKA ilegal.

(Baca: Respons Pemerintah Tanggapi Isu "Serbuan" Tenaga Kerja China...)

"Ini harus dilakukan monitoring oleh imigrasi. Untuk atasi ini, maka imigrasi harus mendata ulang dimana informasi ada TKA ilegal," lanjut Masinton.

Kompas TV Isu 10 Juta Tenaga Kerja Tiongkok Bohong!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com