JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan, ada potensi demonstrasi pada 2 Desember 2016 disusupi oleh kelompok teroris.
Suhardi mengatakan, terbukanya potensi itu berkaca pada demonstrasi yang digelar pada 4 November 2016.
Aksi unjuk rasa tersebut terkait proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dituduh menista agama.
(baca: 9 Terduga Anggota ISIS yang Ingin Kacaukan Aksi 4 November Ditangkap)
Ketika itu, demonstrasi berjalan damai pada siang hingga petang. Namun, kerusuhan terjadi pada malam harinya.
Ini disebabkan adanya provokasi oleh sembilan orang yang diduga berafiliasi dengan gerakan radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Saya katakan sekali lagi potensi selalu ada. Melihat dari hasil interogasi Densus 88, tidak menutup kemungkinan kelompok yang lain," ujar Suhardi di Jakarta, Senin (28/11/2016).
(baca: GNPF MUI Persilakan Polri Tindak Aksi di Luar Kesepakatan)
Untuk itu, lanjut dia, BNPT telah mendata daerah-daerah yang berpotensi timbul aksi terorisme.
BNPT juga melakukan pemantauan terhadap kelompok-kelompok radikal yang mengikuti aksi tersebut.
(baca: Teroris di Majalengka Incar Gedung DPR, Mabes Polri, hingga Mako Brimob)
Selain itu, mantan pengikut gerakan ekstremis juga diawasi agar tidak menggunakan momentum tersebut untuk aksi terorisme.
"Kita punya data daerah-daerah yang potensial, termasuk mantan-mantan yang sudah keluar kita pantau. Kita ikuti gerakannya supaya tidak mengambil momentum ini," tutur Suhardi.
Kepolisian dan pihak Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) sepakat bahwa aksi pada 2 Desember2016, digelar di kawasan Monas, Jakarta.
Polri juga menyiapkan Jalan Merdeka Selatan jika massa tidak tertampung di Monas.
Kesepakatan itu dicapai dalam pertemuan antara Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dengan GNPF MUI di Kantor MUI, Jakarta, Senin.