JAKARTA, KOMPAS.com - Country Director PT E.K Prima Ekspor Indonesia R. Rajamohanan Nair merasa diperas oleh pejabat di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Rajamohanan pernah ditolak saat ingin mengajukan tax amnesty.
"Klien kami sudah mengajukan tax amnesty sekali. Tapi, sebelum mengajukan sudah disampaikan, 'Kami akan tolak tax amnesty Bapak'," kata pengacara Rajamohanan, Tommy Singh di Gedung KPK Jakarta, Jumat (25/11/2016).
(baca: Tersangka Penyuap Merasa Jadi Korban Pemerasan Oknum Pejabat Ditjen Pajak)
Menurut Tommy, oknum di Ditjen Pajak tersebut menolak tax amnesty yang dilaporkan Rajamohanan, agar pengusaha tersebut mengikuti arahan untuk memberikan sejumlah uang.
Menurut Tommy, Rajamohanan merasa terjebak dan terancam, sehingga tidak dapat melaporkan pemerasan yang dilakukan oknum-oknum di Ditjen Pajak.
Terlebih lagi, Rajamohanan adalah pengusaha asing yang baru mendapat status kewarganegaraan di Indonesia.
(baca: Jokowi: Kalau Ada Pegawai Pajak yang Main Lagi, Digebuk Lagi)
"Ya pengusaha itu berbeda pemikirannya. Mereka itu pengusaha asing, tidak tahu situasi dan kondisi di sini," kata Tommy.
Rajamohanan ditangkap bersama Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno ketika melakukan transaksi suap di kediamannya di Springhill Golf Residence, Pademangan Timur, Jakarta.
Keduanya ditangkap terkait dugaan suap sebesar Rp 6 miliar. Uang tersebut diduga untuk menghilangkan kewajiban pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar.
(baca: Tiga Pejabat Ditjen Pajak Dituding Juga Terlibat dalam Kasus Dugaan Suap)
Dalam OTT, KPK mengamankan uang sejumlah USD 148.500 atau setara Rp 1,9 miliar. Adapun suap tersebut merupakan tahap pertama dari total Rp 6 miliar yang akan dibayarkan Rajamohanan kepada Handang.
Status Rajamohanan dan Handang saat ini telah ditingkatkan menjadi tersangka.