Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Pertahanan Belum Sempurna

Kompas.com - 10/11/2016, 17:26 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan industri pertahanan masih jauh dari sempurna. Akan tetapi, perjuangan untuk menguatkan industri pertahanan harus dilaksanakan semua pihak karena terkait dengan kepentingan bangsa untuk penguasaan teknologi.

"Teknologi militer itu selalu paling maju. Dengan menguasai teknologi militer, kita bisa juga menggunakannya untuk kepentingan sipil," kata Ketua Pelaksana Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Laksamana (Purn) Sumardjono, Rabu (9/11), saat berbincang dengan sejumlah wartawan di Jakarta.

Ia didampingi para ketua bidang di KKIP, yaitu Mayor Jenderal (Purn) Yussuf Solichien, Laksamana Muda TNI (Purn) Rachmad Lubis, Mayjen (Purn) Judy Harianto, Mayjen (Purn) Tri Tamtomo, dan Mayjen (Purn) Aslizar Tanjung.

Menurut Sumardjono, penguasaan teknologi adalah salah satu langkah terpenting yang harus dilakukan Indonesia saat ini. Namun, pembangunan industri pertahanan tidak bisa berdiri sendiri.

Banyak faktor yang tidak menunjang, mulai dari masalah finansial, kekurangan sumber daya manusia (SDM) dari segi kuantitas dan kualitas, hingga kebiasaan dari instansi-instansi untuk membeli dari luar negeri. Untuk itu, ia mengajak agar semua pihak berjuang bersama untuk menyelesaikan masalah ini.

"Kita sudah produksi sendiri, jangan terus beli dari luar negeri," kata Sumardjono.

Rachmad Lubis mengatakan, industri pertahanan Indonesia ditumbangkan saat krisis 1998. Ditambah dengan embargo, semakin lumpuhlah kemampuan TNI. Kondisi ini mengemuka saat terjadi bencana tsunami tahun 2004. Indonesia mengalami kesulitan untuk membantu masyarakat Aceh. "Waktu itu kita punya 20 kapal LST (landing ship tank), yang bisa operasi hanya 2," kata Sumardjono.

Menurut dia, pemerintah lalu mempertimbangkan strategi untuk mandiri dalam membangun industri pertahanan. Ini dituangkan dalam UU No 16/2012 tentang Industri Pertahanan. KKIP yang dibentuk berdasarkan UU itu dan Perpres Nomor 59 Tahun 2013 bertugas mengoordinasikan antara pengguna, yaitu TNI/Polri, kementerian, pemerintah, dan produsen.

KKIP, tambahnya, telah membuat daftar 1.200 alat untuk pertahanan dan keamanan yang harus dipenuhi hingga 2024 untuk TNI/Polri. Dari total jumlah alat itu, sekitar 53 persen di antaranya dapat dibeli di dalam negeri. Sisanya dibeli dari luar negeri melalui joint venture dan membangun bersama. "Kalau tidak diproduksi dalam negeri, prioritasnya adalah membeli dengan konsep dari pemerintah ke pemerintah. Jadi, kita ingin meniadakan perantara sebisa mungkin," kata Rachmad. (EDN)

 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 November 2016, di halaman 4 dengan judul "Industri Pertahanan Belum Sempurna".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com