JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, I Gede Pantja Astawa menilai, penyelesaian perselisihan antara Fahri Hamzah dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak tepat jika dilakukan melalui gugatan perdata.
Apalagi, PKS sebagai pihak tergugat dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata.
Menurut Astawa, perselisihan yang terjadi antara Fahri Hamzah dengan PKS merupakan hubungan antara partai dengan kadernya.
Konflik antara keduanya seharusnya diselesaikan di internal partai.
"Ini hubungan antara partai sebagai institusi dengan kadernya. Bukan person to person. Jadi gimana konteksnya dalam perbuatan melawan hukum? Makanya harus kembali dilakukan secara internal," ujar Astawa, yang dihadirkan sebagai ahli, dalam persidangan gugatan perdata yang diajukan Fahri Hamzah, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (24/10/2016).
Astawa mengatakan, Fahri bisa melakukan gugatan perdata terhadap PKS di Pengadilan Negeri.
Namun, gugatan tersebut bukan karena adanya dugaan perbuatan melawan hukum.
Gugatan diajukan jika penyelesaian konflik di internal partai tidak tercapai.
Hal ini sesuai dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 2 Tahun 2006 tentang Partai Politik.
"Pasal 33 kan bilang bisa diberikan jalan ke PN. Tapi kalau tidak selesai. Jadi diselesaikan dulu di internal partai. Gugatannya pun bukan melawan hukum, tapi perselisihan partai," kata Astawa.
DPP PKS memecat Fahri Hamzah lantaran dianggap telah melanggar ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai.
Sebagai gantinya, DPP PKS menunjuk Ledia Hanifah sebagai Wakil Ketua DPR.
Atas pemecatan itu, Fahri telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ada tiga pihak yang digugat Fahri, yakni Presiden PKS Sohibul Iman, Majelis Tahkim PKS dan Badan Penegak Disiplin Organisasi PKS.
Ketiganya dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata.
Fahri juga melaporkan tiga anggota DPR dari Fraksi PKS ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR pada akhir April lalu.
Dalam laporannya, Fahri menganggap ketiganya telah melakukan dua tindakan utama yang tidak hanya melanggar kode etik, tetapi juga terindikasi pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.