Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Periksa Agun Gunandjar Terkait Anggaran Proyek E-KTP

Kompas.com - 19/10/2016, 15:17 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Ketua Komisi II, Agun Gunandjar, terkait kasus pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Agun diperiksa untuk kedua kalinya sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Jenderal Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Irman, dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto.

"Masalahnya masih sama, pembahasan anggaran proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2012," kata Agun, di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (19/10/2016).

Agun mengatakan, kedatangannya memberikan kesaksian agar persoalan dugaan korupsi e-KTP dapat segera tuntas.

Pada tahun 2012, lanjut Agun, ia baru menduduki jabatan Ketua Komisi II DPR.

"Jujur ya, saya tahun 2012 baru masuk. Saya tidak ingin masuk terlalu jauh. Biarlah nanti di penyidikan. Pada akhirnya, nanti akan diumumkan," ucap Agun.

Saat ditanya apakah penyidik menanyakan perusahahaan PT Quadra Solution yang memenangi tender e-KTP, Agun mengaku tidak ada pertanyaan itu.

Ia juga mengaku tidak mengenal dengan perusahaan tersebut.

"Tidak ada. Saya tidak tahu (PT Quadra Solution)," ujar Agun.

Konsorsium PNRI (Percetakan Negara RI) merupakan pemenang tender proyek e-KTP yang bernilai Rp 6 triliun.

Konsorium proyek ini terdiri dari PNRI serta lima perusahaan BUMN dan swasta, yakni Perum PNRI, PT Sucofindo, PT LEN Industri, PT Sucofindo, PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Artha Putra.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka yakni, Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.

Irman ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga melakukan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.

Dia diduga menggelembungkan anggaran (mark up) saat menjabat sebagai pelaksana tugas Dirjen Dukcapil dan Dirjen Dukcapil.

Menurut KPK, proyek pengadaan KTP elektronik tersebut senilai Rp 6 triliun.

Sementara, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 2 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com