JAKARTA, KOMPAS.com - Rabu, 27 Juli 2016, sejumlah menteri hasil perombakan Kabinet Kerja kedua dilantik di Istana Negara, Jalan Veteran, Jakarta.
Dua menteri yang sebelumnya tinggal di Amerika Serikat, Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan) dan Arcandra Tahar (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral), ikut dilantik dan kemudian jadi populer di kalangan wartawan.
"Bu Ani langsung jadi bintang, ya. Bintang Tax Amnesty," demikian komentar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional Noviantika Nasution tentang sosok Menteri Keuangan yang baru, Sri Mulyani.
Arcandra Tahar juga semakin terkenal setelah muncul berita tentang paspor AS yang dimilikinya dan kemudian jadi kontroversi serta selanjutnya dia dilengserkan secara hormat oleh Presiden Joko Widodo.
Hampir semua menteri kabinet sejak pemerintahan Soeharto sampai Presiden Jokowi dilantik di Istana Negara. Mari kita cuplik beberapa peristiwa penting tentang Istana Negara yang dulu disebut gedung Rijswijk.
Gedung ini dibangun pada 1796, menjelang maskapai perdagangan Belanda yang berkuasa di Indonesia, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), bubar tahun 1800 karena dilanda korupsi. VOC berdiri 1602.
Gedung Rijswijk kemudian menjadi istana para gubernur jenderal pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, gedung itu menjadi Istana Negara yang saling membelakangi dengan Istana Merdeka di Jalan Medan Merdeka Utara.
Di Istana Negara ini, Gubernur Jenderal GP Baron van der Capellen (1816-1826) mendengarkan dan menyetujui uraian rencana Jenderal Hendrik Markus de Cock untuk memerangi pemberontakan Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830).
Pemberontakan Diponegoro ini membuat krisis keuangan Pemerintah Kolonial Belanda. Krisis keuangan ini berlanjut dengan lahirnya Sistem Tanam Paksa yang berkaitan dengan berbagai macam pelaksanaan sistem pajak.
Banyak masalah yang mengimpit rakyat di Jawa Tengah sebelum terjadi Perang Diponegoro atau yang terkenal juga disebut Perang Jawa. Pelaksanaan sistem pajak dan cukai adalah salah satu penyumbang munculnya keresahan rakyat yang menyulut perang.
Masalah pajak yang muncul saat itu adalah pelaksanaan sistem "gerbang cukai" yang dibangun di setiap pintu masuk desa atau dusun di Jawa. Peristiwa ini bisa dibaca dalam tulisan sejarawan Inggris, Peter Carey (68), berjudul "Takdir-Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855)" halaman 231.
Istana Negara juga adalah saksi bisu perencanaan Belanda memadamkan Perang Paderi di Sumatera Barat (1821-1838). Di Istana Negara ini pula dirancang sistem Tanam Paksa atau Cultuurstelsel pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Graaf van den Bosch.
Sistem Tanam Paksa (1830-1879) ini membuat Belanda untung besar, tetapi kemiskinan semakin melanda rakyat di Indonesia. Hak asasi rakyat Indonesia ketika itu juga terinjak.
Kamis, 29 September 2016, di depan Istana Merdeka berlangsung dua kali unjuk rasa yang berkaitan dengan hak asasi manusia (HAM), upah buruh dan pencabutan Undang-Undang Tax Amnesty. Namun, sejumlah pejabat istana tak tahu-menahu soal unjuk rasa ini. Selamat membaca sejarah. (J Osdar)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Oktober 2016, di halaman 2 dengan judul "Pajak dan Istana Negara".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.