Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruhut: Manusia Langka, Arcandra Akan Kuangkat Kembali jika Aku Presiden...

Kompas.com - 08/09/2016, 14:39 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III DPR, Ruhut Sitompul, mengatakan, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arcandra Tahar, layak diangkat kembali sebagai menteri, sekalipun Arcandra pernah memiliki kewarganegaraan ganda, yaitu Amerika Serikat dan Indonesia.

Ruhut berpendapat, Arcandra merupakan orang hebat di bidangnya dan mampu melakukan penghematan di sektor ESDM hingga triliunan rupiah.

"Kalau aku jadi presiden RI, punya pembantu seperti Arcandra, karena dia punya masalah dia diberhentikan, setelah masalahnya selesai, akan aku angkat kembali. Kenapa? Dia salah satu manusia langka. Orang hebat," kata Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/9/2016).

(Baca: Pada Rapat Komisi III, Menkumham Dicecar soal Pengkhianatan Arcandra)

Ruhut menambahkan, meski Arcandra hanya 20 hari menjadi menteri, telah banyak hal yang dilakukannya selama periode singkat tersebut.

Adapun mengenai pro dan kontra yang terjadi, termasuk perdebatan di internal Komisi III, Ruhut tak mempersoalkannya. 

Perdebatan yang muncul terkait dengan satu pasal pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang menyatakan bahwa pengajuan permohonan kewarganegaraan baru dapat dilakukan jika yang bersangkutan tinggal di Indonesia setidaknya 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut.

Ruhut mengatakan bahwa rekannya di Komisi III yang mempermasalahkan hal tersebut justru tak mengerti hukum.

(Baca: Menkumham Pastikan Arcandra Tak Pernah Kehilangan Status WNI)

"Kan saya orang hukum. Kawan saya yang enggak mengerti itu lihat (pasal) yang mana? Pasal orang normal. Pasal orang istimewa? Pemain sepak bola, orang-orang khusus," ucap politisi Partai Demokrat itu.

"Orang Komisi III kadang-kadang kalau kasih komentar bikin aku termehek-mehek. Makanya Komisi III ini harus diisi orang hukum," sambung dia.

Sebelumnya, sikap Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mempertahankan status mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arcandra Tahar, sebagai warga negara Indonesia dipertanyakan. Salah satunya oleh Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman.

Ia menilai bahwa Arcandra sudah berpotensi melakukan pengkhianatan terhadap negara. Benny menilai, Arcandra sudah berkhianat apabila sejak awal tidak memberitahukan statusnya sebagai warga negara Amerika Serikat kepada Presiden Joko Widodo saat akan dilantik sebagai menteri.

(Baca: Soal Arcandra, Menkumham Pertimbangkan "Jalur Normal" dan "Jalur Cepat")

Arcandra sebelumnya diketahui memiliki status kewarganegaraan Amerika Serikat karena mendapat paspor dari negara Paman Sam itu pada 2012. Karena Indonesia tidak mengenal status dwikewarganegaraan, maka status Arcandra sebagai WNI pun dianggap hilang.

Hal ini membuat Presiden Joko Widodo mencopot Arcandra pada 15 Agustus, saat ia telah 20 hari menjabat sebagai Menteri ESDM.

Dalam rapat kerja pada Rabu (7/9/2016), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly memastikan bahwa Arcandra tetap WNI. Setelah Kemenkumham melakukan kajian, Arcandra tidak dianggap kehilangan kewarganegaraan karena sudah mengajukan pembatalan statusnya sebagai warga negara Amerika Serikat.

Kompas TV Status Kewarganegaraan Arcandra Masih Dikaji
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com