JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak bisa dipungkiri kasus 177 calon jemaah haji Indonesia yang ditahan di Filipina karena memalsukan identitas menjadi satu indikasi karut marutnya penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.
Wakil Ketua Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), Namirah Rainliyus Cahya Negara berpendapat, kasus tersebut muncul karena kurangnya pendidikan dan pembinaan kepada orang-orang yang berpotensi mendaftarkan diri menjadi calon jemaah haji.
Dari kasus tersebut, kata Rain, menunjukkan bahwa pendidikan dan pembinaan menjadi faktor penting yang harus diperhatikan oleh Pemerintah.
"Peristiwa yang terjadi menunjukkan pentingmya pendidikan dan bimbingan. Harus ada sosialisasi kepada umat agar mereka tahu apa yang harus dihindari," ujar Rain dalam diskusi bertajuk 'Karut Marut Penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (3/9/2016).
Rain menuturkan, selama KBIH melakukan pembinaan, dirinya menemukan banyak sekali masyarakat di daerah yang belum mengerti proses administrasi untuk mendaftar sebagai calon jemaah haji. Bahkan menurutnya, masih banyak orang yang tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membuat paspor ataupun mengurus visa.
"Saat persiapan administrasi juga kami bantu misal dalam pembuatan paspor. Kami dampingi karena masyarakat di daerah belum banyak yang mengerti," ungkapnya.
Sebelumnya 177 calon jemaah haji asal Indonesia ditahan karena menggunakan paspor Filipina dengan maksud memanfaatkan kuota haji di negara Filipina karena keterbatasan kuota. Mereka dicegah sebelum mereka naik ke pesawat, Jumat (19/8/2016) menuju Madinah, Arab Saudi.
Kepala Imigrasi Filipina Jaime Morente mengatakan bahwa paspor yang diperoleh secara ilegal itu dilaporkan disediakan oleh para pendamping.
Para jemaah asal Indonesia itu membayar mulai 6.000 dollar AS – 10.000 dollar AS per orang menggunakan kuota haji yang diberikan Arab Saudi kepada Filipina.
Morente mengatakan, identitas jemaah Indonesia itu terungkap setelah didapati mereka tidak berbahasa Filipina. Mereka kemudian mengaku sebagai warga negara Indonesia yang masuk ke Filipina secara terpisah sebagai turis.