Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembentukan Tim Pengamat Pemasyarakatan untuk Remisi Narapidana Dinilai Bukan Solusi

Kompas.com - 01/09/2016, 17:45 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Hukum dan HAM berencana membentuk tim pengamat pemasyarakatan (TPP). 

TPP yang disebut terdiri dari unsur Kemenkumham, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) ini berfungsi untuk menentukan kelayakan ganjaran remisi bagi narapidana. 

Termasuk bagi narapidana kejahatan luar biasa, yakni kasus korupsi, narkotika dan terorisme. 

Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter beranggapan ada kesalahan berpikir dalam alasan pembentukan TPP.

Menurut Lalola, TPP justru menarik penegak hukum ke ranah yang sebenarnya bukan fungsi utama masing-masing lembaga.

"Masing-masing lembaga yang masuk ke dalam TPP ini kan tidak memiliki fungsi pembinaan sebagaimana yang dimiliki oleh Lembaga Pemasyarakatan," ujar Lalola dalam diskusi "RPP Warga Binaan untuk Siapa?" di Sekretariat ICW, Jakarta, Kamis (1/9/2016).

Lalola menjelaskan justru status JC dapat lebih jelas membatasi kewenangan lembaga-lembaga terkait.

"Ini karena status tersebut ditetapkan oleh penyidik atau penuntut umum dan dicantumkan secara jelas dalam putusan pengadilan," tandas Lalola.

Lalola menjelaskan, Kemenkumham hanya harus melakukan verifikasi ulang status tersebut melalui salinan putusan dari pengadilan.

"Salinan putusan juga termasuk dalam kelengkapan berkas administrasi yang harus dipenuhi untuk memperoleh remisi," tandas Lalola.

TPP dibentuk seiring dengan rencana pemerintah menghapus poin justice collabolator sebagai syarat bagi narapidana korupsi untuk mendapatkan remisi.

Penghapusan itu diwacanakan dalam revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan. 

Humas Ditjen PAS Akbar Hadi Prabowo menyatakan bahwa dalam PP No. 99/2012, ketentuan JC bukanlah ranah dari Kemenkumham, khususnya Ditjen PAS.

(Baca: Ini Alasan Dihilangkannya Syarat "Justice Collaborator" dalam Revisi PP Remisi)

Hal tersebut, menurut Hadi, membingungkan Ditjen PAS dalam memberikan remisi kepada narapidana yang telah sesuai syarat pokok remisi.

 

Oleh karena itu, lanjut Hadi, Kemenkumham memberikan solusi untuk mencoba format baru dengan menghilangkan JC tanpa menghilangkan fungsinya dalam revisi PP 99/2012.

"Yaitu dengan adanya Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Kami pikir itu jauh lebih komprehensif," lanjutnya.

Adapun TPP nantinya bertugas menentukan remisi bagi narapidana bagi pelaku tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkotika. TPP pun akan diisi oleh orang-orang dari berbagai lembaga, seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan.

Kompas TV Wacana Permudah Syarat Remisi Koruptor Muncul

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

KPK Duga SYL Kasih Uang dan Barang untuk Pedangdut Nayunda Nabila

KPK Duga SYL Kasih Uang dan Barang untuk Pedangdut Nayunda Nabila

Nasional
Hadiri Sidang Etik oleh Dewas KPK, Nurul Ghufron: Siapkan Diri dengan Baik

Hadiri Sidang Etik oleh Dewas KPK, Nurul Ghufron: Siapkan Diri dengan Baik

Nasional
KPK Geledah Kantor ESDM dan PTSP Provinsi Maluku Utara

KPK Geledah Kantor ESDM dan PTSP Provinsi Maluku Utara

Nasional
Prabowo Temui Presiden UEA, Terima Medali Zayed hingga Bahas Kerja Sama Pertahanan

Prabowo Temui Presiden UEA, Terima Medali Zayed hingga Bahas Kerja Sama Pertahanan

Nasional
Jokowi Pantau Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Janji Segera ke Sana

Jokowi Pantau Banjir Lahar Dingin di Sumbar, Janji Segera ke Sana

Nasional
12 Kriteria Fasilitas KRIS Pengganti Kelas BPJS

12 Kriteria Fasilitas KRIS Pengganti Kelas BPJS

Nasional
Dewas KPK Panggil 10 Saksi di Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini, Salah Satunya Alexander Marwata

Dewas KPK Panggil 10 Saksi di Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini, Salah Satunya Alexander Marwata

Nasional
Kasus TPPU SYL, KPK Sita Mercedes Benz Sprinter yang Disembunyikan di Pasar Minggu

Kasus TPPU SYL, KPK Sita Mercedes Benz Sprinter yang Disembunyikan di Pasar Minggu

Nasional
BMKG Prediksi Banjir Bandang di Sumbar sampai 22 Mei, Imbau Warga Hindari Lereng Bukit

BMKG Prediksi Banjir Bandang di Sumbar sampai 22 Mei, Imbau Warga Hindari Lereng Bukit

Nasional
DPR Gelar Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang, Puan dan Cak Imin Absen

DPR Gelar Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang, Puan dan Cak Imin Absen

Nasional
Kolaborasi Kunci Kecepatan Penanganan Korban, Rivan A Purwantono Serahkan Santunan untuk Korban Laka Bus Ciater

Kolaborasi Kunci Kecepatan Penanganan Korban, Rivan A Purwantono Serahkan Santunan untuk Korban Laka Bus Ciater

Nasional
Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Hujan Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi hingga 22 Mei, Kewaspadaan Perlu Ditingkatkan

Nasional
Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Revisi UU MK Disepakati Dibawa ke Paripurna: Ditolak di Era Mahfud, Disetujui di Era Hadi

Nasional
BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

BMKG: Hujan Lebat Pemicu Banjir Lahar di Sumbar Diprediksi sampai Sepekan ke Depan

Nasional
Sekian Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Sekian Harta Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi yang Dicopot dari Jabatannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com