Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum Terpidana Mati Ungkap Kejanggalan dan Dugaan Pelanggaran Jelang Eksekusi

Kompas.com - 31/07/2016, 16:32 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah organisasi masyarakat sipil mengecam pelaksanaan eksekusi terhadap empat terpidana mati yang dilaksanakan pada Jumat (29/7/2916).

Pengacara publik dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Julius Ibrani, mengungkapkan beberapa kejanggalan, kesalahan prosedur dan dugaan pelanggaran hukum yang terjadi jelang eksekusi mati.

Menurutnya kejanggalan dan kesalaham prosedur tersebut terkonfirmasi dengan adanya keputusan penangguhan eksekusi 10 terpidana mati.

"Pemerintah sendiri mengakui adanya kejanggalan kasus-kasus tersebut," ujar Julius saat memberikan keterangan di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (31/7/2016).

Julis mengatakan, dari empat terpidana mati yang sudah dieksekusi, seluruhnya tidak menerima surat pemberitahuan eksekusi selambat-lambatnya 3 hari atau 72 jam sebelum pelaksanaan hukuman.

(Baca: Eksekusi Zulfiqar Ditunda, Keluarga Tetap Siapkan Makam)

Hal tersebut dibenarkan oleh Afif Abdul Qoyim dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat sebagai kuasa hukum Humphrey Jefferson Ejite dan Merri Utami. Afif mengatakan surat pemberitahuan pelaksanaan eksekusi mati baru diterima oleh Humphrey dan kuasa hukumnya pada Selasa (26/7/2016) pukul 15.00 WIB.

"Artinya jarak waktu dari mulai surat pemberitahuan tersebut diberikan sampai saat eksekusi belum mencapai 3 hari atau kurang dari 72 jam," ujar Afif.

Selain persoalan jangka waktu pemberitahuan, Pemerintah juga dinilai melanggar Undang-Undang No. 22 tahun 2002 tentang pemberian grasi dan putusan MK No. 170/PUU-XIII/2015.

Pasal 13 UU Grasi melarang eksekusi mati dilakukan bila terpidama mati mengajukan grasi. Sementara menurut penuturan Afif, pihaknya telah mengajukan permohonan grasi atas nama Humphrey pada Senin siang (25/7/2016) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Saya sendiri sudah mendaftarkan permohonan grasi ke PN Jakarta Pusat dan berkasnya sudah ditandatangani oleh panitera. Namun sampai saat eksekusi, kami belum menerima putusan soal grasi tersebut," kata Afif.

Fatal

Ditemui terpisah Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Putri Kanesia mengatakan pemberian surat pemberitahuan eksekusi kurang dari 72 jam jelas merupakan kesalahan fatal.

Putri menyebut hal tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam PNPS No.2 tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer Pasal 6 ayat (1) PNPS No.2 tahun 1964.

Aturan itu menyebutkan, tiga kali dua puluh empat jam sebelum saat pelaksanaan pidana mati, Jaksa Tinggi/Jaksa memberitahukan kepada terpidana tentang akan dilaksanakannya pidana mati.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com