JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengapresiasi keberhasilan Satgas Tinombala dalam melumpuhkan kelompok Santoso di Poso, Sulawesi Tengah.
Fadli menilai, perlu ada pendekatan yang lebih menyeluruh dalam pemberantasan terorisme di Indonesia. Menurut dia, ada tiga hak yang mendorong menguatnya terorisme, yaitu faktor domestik, faktor internasional dan faktor kultural.
Faktor domestik itu, misalnya kemiskinan, pendidikan yang rendah, serta perlakuan hukum yang tidak adil.
"Kedua, yaitu faktor internasional. Dikarenakan terorisme ini sudah menjadi transnational issue maka kelompok teroris juga memiliki jaring internasional yang cukup kuat dalam mendukung aspek logistik, pendanaan, dan juga ikatan emosional," kata Fadli melalui keterangan tertulis, Rabu (20/7/2016).
Adapun faktor kultural, kata Fadli, masih banyak ditemukan pemahaman yang sempit dalam menerjemahkan nilai-nilai agama yang berkembang di masyarakat.
Oleh karena itu, selain penindakan, Fadli menilai dibutuhkan pula tindakan pencegahan.
Pendekatan criminal justice system terhadap kelompok teroris, tambahnya, harus diiringi pendekatan ekonomi, sosial dan budaya agar tak terulang lagi ke depannya.
Ia pun berharap keberhasilan melumpuhkan Santoso bisa disusul dengan melumpuhkan kelompoknya. (Baca juga: Kelompok Santoso Tersisa 19 Orang)
"Keberhasilan Satgas Tinombala dalam operasi di Pegunungan Tambarana patut diapresiasi. Tewasnya Santoso kita harapkan dapat melumpuhkan kelompok teroris yang dipimpinnya," tutur Fadli.
Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian memastikan satu dari dua terduga teroris yang tewas dalam baku tembak di Poso, Senin (18/7/2016) kemarin, adalah Santoso alias Abu Wardah.
Kepastian itu didapatkan dari proses identifikasi melalui pencocokan sidik jari.
"Informasi yang baru saya dapat, sidik jarinya identik dengan sidik jari dia (Santoso) yang kami punya. Sudah bisa kami simpulkan 100 persen yang bersangkutan Santoso," ujar Tito, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (19/7/2016).