JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengimbau agar masyarakat tetap tenang menyikapi polemik vaksin palsu. Dia pun meminta penegak hukum untuk menelusuri periode pemakaian vaksin palsu di setiap rumah sakit yang terdata.
"Yang harus diingat kandungan vaksin palsu adalah vaksin biasa, lalu dicampur insulin. Kalau disuntikkan dengan kadar kecil, tidak bahaya, tetapi dari sisi higienis ada bakterinya memang," ujar Dede di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (19/7/2016).
Dede menambahkan, masyarakat juga harus memahami bahwa oknum penyedia vaksin palsu memang beroperasi sejak tahun 2003, tetapi belum tentu 14 rumah sakit itu menggunakan vaksin palsu sejak tahun 2003 pula.
(Baca: Ini 14 Rumah Sakit yang Pakai Vaksin Palsu)
"Ini masih terus dilakukan penelusuran apakah benar 14 rumah sakit itu positif menggunakan vaksin palsu sejak 2003 pula," tutur Dede.
Dede menyadari memang ditemukan perawat dan dokter yang sengaja menggunakan vaksin palsu. Namun, hal itu tak dapat digeneralisasi sehingga membuat para tenaga kerja kesehatan tak nyaman dalam melayani masyarakat.
"Tidak semua dokter, perawat, dan bidan bersalah, tidak semua rumah sakit bersalah, ini semua masih dalam penelusuran sehingga masyarakat diminta tenang, jangan sampai mengganggu pelayanan kesehatan di rumah sakit yang bersangkutan," kata Dede.
(Baca: Ada 20 Tersangka Kasus Vaksin Palsu, Termasuk Bidan, Dokter, dan Pemilik Apotek)
Bareskrim Polri telah menetapkan 23 orang tersangka dalam kasus peredaran vaksin palsu ini. Mereka yang menjadi tersangka terdiri dari dokter, kepala rumah sakit, apoteker, bidan, hingga distributor dan produsen vaksin palsu.
Setelah ditelusuri, pihak rumah sakit mengaku mencari vaksin selain yang diberikan pemerintah karena stok yang kerap habis. Di sisi lain, rumah sakit harus melayani banyak anak yang harus diberikan vaksin.