Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Tax Amnesty Akan Digugat ke MK, Ini 21 Alasannya

Kompas.com - 10/07/2016, 15:39 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Satu Keadilan, Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) dan empat warga negara berencana menggugat Undang-undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ke Mahkamah Konstitusi.

Setidaknya, ada 21 alasan yang mereka anggap sebagai pelanggaran terhadap konstitusi atas pemberlakuan UU tersebut.

Pertama, UU Tax Amnesty mengizinkan praktik legal pencucian uang. Kedua, kebijakan tersebut memberi prioritas kepada penjahat kerah putih. Ketiga, UU Tax Amnesty dapat menjadi karpet merah bagi para pengemplang pajak.

"Warga masyarakat, pengusaha, korporasi yang taat pajak bahkan ketika yang taat pajak lalai, terlambat bayar, dikenakan sanksi administratif bahkan jika ada unsur pidana bisa dipidana. Tapi orang-orang yang uangnya terindikasi ada di dalam Panama Papers, itu diberi karpet merah. Untuk diberikan pengampunan," ujar Ketua Yayasan Satu Keadilan, Sugeng Teguh Santoso dalam konferensi pers di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (10/7/2016).

(Baca juga: Usai Diteken Presiden, UU Tax Amnesty Akan Digugat Ke MK)

Keempat, UU Tax Amnesty memberikan "diskon" habis-habisan terhadap pengemplang pajak. Kelima, kebijakan tersebut berpotensi dimanfaatkan lleh penjahat perpajakan.

Keenam, Sugeng dan rekan-rekannya juga menilai UU ini tak akan efektif. Ketujuh, UU Tax Amnesty menggagalkan program whistleblower. Delapan, UU ini juga dianggap menabrak prinsip keterbukaan informasi.

"MA telah menerbitkan SEMA 4/2011, whistleblower untuk mengungkap. Tapi dgn TA ini justru yang mengungkap dipidana. Orang yang berusaha membuka informasi malah dipidana. Ada keberbalikan prinsip-prinsip berkeadilan," kata Sugeng.

Alasan kesembilan, lanjut Sugeng, UU Tax Amnesty menghilangkan potensi penerimaan negara. Selain itu, kebijakan ini juga dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap warga miskin. Yang kesebelas, menurut dia, kebijakan tersebut dinilai mengajarkan rakyat untuk tidak taat membayar pajak.

Di sisi lain, UU tersebut juga memarjinalkan pembayar pajak yang taat, sedangkan alasan berikutnya adalah UU Tax Amnesty dinilai bersifat memaksa alih-alih mengampuni.

"Pajak yang bersifat memaksa menjadi pengampunan. Ini dua kutub berbeda. Tax Amnesty sifatnya sukarela dan pengampunan," lanjtu dia.

Alasan ke-14, pihak penggugat mempertanyakan masa berlaku UU tersebut yang hanya satu tahun, sedangkan alasan ke-15, UU Tax Amnesty memposisikan presiden dan DPR sebagai pelanggar konstitusi, misalnya menyalahi asas perpajakan yang bersifat memaksa.

"Prosesnya legal di DPR. Tapi kami aneh DPR meloloskan. Karena banyak prinsip hukum dilanggar," ucap Sugeng.

Untuk alasan yang ke-16, UU Tax Amnesty dianggap menabrak prinsip kesetaraan di hadapan hukum (equality before law). UU ini juga dinilai sebagai bentuk intevensi dan penghancuran proses penegakan hukum.

"Karena sifatnya pengampunan. Sanksi administrasi dan pidana sebagai satu upaya penegakkan hukum  upaya paksa di UU pajak tidak diberlakukan," ucapnya.

Alasan ke-18, UU Tax Amnesty dianggap sebagai cermin kelemahan pemerintah terhadap pengemplang pajak, lalu berikutnya, kebijakan ini dinilai melumpuhkan institusi penegakkan hukum. Alasan ke-20, lanjut Sugeng, patut diduga, UU ini merupakan pesanan para pengemplang pajak karena memberikan hak eksklusif tinggi bagi mereka.

Sementara itu, alasan terakhirnya adalah UU Tax Amnesty juga dianggap membuat proses hukum pajak yang berjalan menjadi tertunda. Sebab kebijakan ini dinilai malah menimbulkan ketidakpastian hukum karena proses hukum perpajakan yang sedang dijalani bisa dihapuskan begitu saja, seperti diatur dalam Pasal 11 UU Tax Amnesty.

"UU pajak stuck selama kurang lebih setahun ini," tutup Sugeng.

 

Kompas TV Inilah Konsekuensi Pengaju Pengampunan Pajak
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com