Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal Pelibatan TNI dalam RUU Terorisme Dinilai Rentan Pelanggaran HAM

Kompas.com - 21/06/2016, 16:16 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak DPR dan pemerintah menghapus Pasal 43 B ayat (1) dan (2) draf revisi UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.  

Pasal yang mengatur pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam pemberantasan terorisme dianggap tak relevan.

Direktur Imparsial Al Araaf selaku juru bicara koalisi menilai pelibatan TNI secara aktif rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan dapat merusak mekanisme criminal justice system (penegakan hukum).

(Baca: Ini Pasal yang Dianggap Kontroversial dalam Draf RUU Anti-Terorisme)

 

"Pemerintah dan DPR keliru jika melibatkan TNI dalam RUU Antiteror, seharusnya ketentuan melibatkan TNI diatur khusus dalam UU tentang tugas perbantuan TNI. Jika diatur dalam UU antiteror maka rentan terhadap pelanggaran HAM," ujar Al Araaf saat memberikan keterangan pers di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (21/6/2016).

Menurut Al Araaf upaya menanggulangi aksi terorisme harus tetap diletakkan dalam koridor penegakan hukum.

Karena itu, revisi UU antiterorisme harus tetap diletakkan dalam ranah model penegakan hukum pidana dan jangan sampai menggeser ke arah model perang (war model) dengan melibatkan militer secara aktif.

Jika itu terjadi maka upaya penanganan terorisme akan semakin eksesif dan represif serta berpotensi besar melanggar HAM. Dalam negara demokrasi, kata Araaf, harus ada batas jelas antara institusi penegak hukum dan institusi pertahanan negara.

Koalisi juga menilai klausul pelibatan TNI dalam RUU ini berpotensi membuka ruang keterlibatan TNI yang luas dalam ranah sipil dan keamanan dalam negeri. Hal tersebut bisa dilihat dari luasnya lingkup TNI dalam penanggulangan terorisme dan tidak rigidnya klausul pelibatan TNI.

Pasal 43 A ayat (3) disebutkan bahwa kebijakan dan strategi nasional penanggulangan tindak pidana terorisme mencakup pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan, penyiapan kesiapsiagaan nasional dan kerja sama internasional.

(Baca: Ketua Pansus: Revisi UU Anti-Terorisme Akan Berkaca Kasus Siyono)

 

"Dengan luasnya lingkup penanggulangam terorisme dikhawatirkan akan menjadi cek kosong bagi TNI. Ketentuan ini bisa ditafsirkan secara luas bagi TNI untuk terlibat dalam semua aspek sipil yang terbungkus dalam dalih memberikam bantuan kepada Polri," kata Al Araaf.

Selain itu Al Araaf juga menyoroti persoalan akuntabilitas bila TNI terlibat dalam upaya pemberantasan terorisme. Pasalnya sampai saat ini peradilan militer tidak mengatur secara jelas mengenai mekanisme akuntabilitas jika muncul dugaan pelanggaran HAM dan penyalahgunaan kewenangan.

"Karena tidak ada mekanisme akuntabilitas dalam peradilan militer, jadi bila ada indikasi pelanggaran HAM maka sulit untuk mengusutnya," ungkapnya.

Kompas TV Pro Kontra Revisi UU Anti-terorisme
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Nasional
Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Nasional
Menteri KP: Lahan 'Idle' 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Menteri KP: Lahan "Idle" 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Nasional
Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Nasional
Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Nasional
Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Nasional
Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektar Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Nasional
Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com