JAKARTA, KOMPAS.com - Belasan orang perwakilan ormas Front Pembela Islam (FPI) mendatangi Gedung Kompas Gramedia, di Palmerah, Jakarta Pusat, Kamis (16/6/2016) siang. Mereka meminta klarifikasi harian Kompas, Kompas TV, dan Kompas.com terkait pemberitaan mengenai razia warung makan saat Ramadhan di Serang, Banten.
"Pertama, kedatangan kami ini ingin meminta penjelasan tentang itu. Kedua, menghimbau mbok ya jangan melewati garis batas lah, proporsional dan profesional saja, adil," kata juru bicara FPI Munarman, SH.
FPI menilai pemberitaan tentang razia warung makan tendensius dan bertujuan menghapus perda syariat Islam di berbagai daerah sehingga melukai sebagian umat Islam.
Kedatangan FPI juga menurut Munarman sebagai alarm agar tidak terjadi dampak yang meluas di masyarakat atas masifnya pemberitaan tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Corporate Communication Kompas Gramedia Widi Krastawan mengatakan, secara policy pemberitaan, baik TV, cetak, maupun dotcom sama sekali tidak ada intensi dan tidak ada maksud.
"Saya meyakini karena 22 tahun di kantor ini saya tahu value dan culture Kompas Gramedia," ujar Widi.
Widi mengakui bahwa dalam setiap pemberitaan dapat menyebabkan efek di masyarakat yang kadang tidak dalam kendali redaksi. Ia berterima kasih atas masukan dari FPI sebagai alarm tersebut.
"Di Kompas itu juga punya Ombudsman yang selalu mengontrol politik pemberitaan. Sesuatu yang dianggap kebablasan, dianggap melukai perasaan, pun dikontrol itu," kata Pemimpin Redaksi harian Kompas Budiman Tanuredjo.
Budiman menyatakan, tidak ada unsur sedikit pun untuk melukai perasaan umat Islam. Dalam pemberitaan mengenai kasus di Serang yang dikritik adalah pelaksanaan penegakan Perda terkait ketertiban saat Ramadhan.
Begitu pula dalam pemberitaan di Kompas.com dan Kompas TV, tidak ada framing pemberitaan untuk menghapus Perda Syariah. Pemberitaan tersebut menjadi terlihat masif karena menjadi isu yang hangat dan pembicaraan publik.
"Dalam pemberitaan in sebenarnya reporter kami berangkat ke lokasi bersama reporter lain berdasar informasi dari Satpol PP Kota Serang. Murni laporan dari lapangan bukan didesain dari ruang redaksi," ujar Yogi Arief Nugraha, Wakil Pemimpin Redaksi KompasTV.
Namun, kemudian berita tersebut menjadi sorotan publik sehingga Kompas TV harus memenuhi kerja jurnalistik dengan menghadirkan pihak terkait seperti Kepala Satpol PP Kota Serang, Wali Kota Serang, dan terakhir Ketua MUI.
"Tidak ada sedikit pun dalam ruang redaksi kami, saya kira sama koran dan dotcom, kaitannya dalam menentang (Perda)," ujarnya.
Yogi mengakui sulit untuk mengendalikan dampak pemberitaan setalah tayang setelah penonton memotret, merekam, kemudian berkomentar meskipun secara editorial hanya peristiwa yang disajikan.
Kompas TV sendiri berkomitmen menghadirkan konten yang positif di bulan Ramadhan untuk diambil manfaatnya bagi penonton. Bagaimanapun mayoritas penonton adalah muslim.
Misalnya, sudah tahun kelima Kompas TV menyiarkan siaran langsung shalat Tarawih dari masjidil haram di tengah pilihan tayangan lain yang secara bisnis lebih menggiurkan. "Otomatis tidak sedikitpun kami berpikir untuk menyakiti umat Islam," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.