Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sikap IDI yang Tolak Jadi Eksekutor Hukuman Kebiri Disayangkan

Kompas.com - 09/06/2016, 20:31 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati menyayangkan sikap Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri. Hukuman tersebut direncanakan menjadi hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual pada anak.

Dari segi institusi, kata Reni, penolakkan tersebut sah saja. Namun dari sisi hukum, IDI diminta harus tetap mematuhi aturan hukum jika nantinya ditunjuk sebagai eksekutor hukuman kebiri.

"IDI kan tidak lebih tinggi daripada Perppu atau aturan hukum di atasnya misanya Permen. Kemudian PP dan UU," kata Reni saat dihubungi, Kamis (9/6/2016).

"Kalau kemudian amanat itu sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan, tentu tidak ada alasan untuk IDI menolak melaksanakannya," sambung politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.

(Baca: Ikatan Dokter Tolak Jadi Eksekutor Hukuman Kebiri)

Dia menyesalkan sikap IDI yang melakukan penolakan untuk melakukan hukuman kebiri. Jika alasannya adalah bertentangan dengan HAM, Reni tak melihat ada yang bertentangan.

Menurut dia, ada dua hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama, dari sisi korban. Ia menilai hukuman berat sesuai disesuaikan dengan dampak yang dirasakan korban.

"Korban yang ditimbulkan akibat kekerasan seksual itu kan tidak terbayar oleh uang dan sanksi. Dampak psikologisnya long term dan itu tidak akan tertebus oleh apapun," ujar dia.

Kedua, lanjut Reni, konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang hukuman mati sudah diratifikasi dan tidak dicabut.

"Hukuman mati saja masih diberlakukan apalagi hukuman kebiri," ucap dia.

(Baca: Menkumham Minta Dokter Tak Ragu Jalankan Perintah UU soal Kebiri)

Meski ia menyesalkan penolakkan IDI tersebut, namun pemerintah saat ini memang belum menetapkan eksekutor hukuman kebiri jika nantinya jadi diberlakukan.

"Tapi kalau kemudian sekarang IDI sudah menolak, saya kira pemerintah harus mencari opsi lain. Toh institusi kesehatan bukan satu satunya ada di Idi. ada juga di kepolisian dan aparat-aparat penegak hukum lain," tutur Reni.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak jadi eksekutor hukuman kebiri yang rencananya akan menjadi hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual pada anak. Pelaksanaan hukuman kebiri oleh dokter dianggap melanggar Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

"Kita tidak menentang Perppu mengenai tambahan hukuman kebiri. Tetapi, eksekusi penyuntikan jangan lah seorang dokter, " ujar Ketua Umum IDI Ilham Oetama Marsis dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (9/6/2016).

(Baca: Hukuman Kebiri Kimiawi Dianggap Berbiaya Mahal dan Tak Mampu Beri Efek Jera)

Marsis menegaskan, IDI mendukung kebijakan pemerintah untuk memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan seksual pada anak. Namun, menolak dilibatkan dalam pelaksanaan hukuman kebiri atau menjadi eksekutor.

Ketua Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK), dokter Priyo Sidipratomo mengatakan, dokter tidak akan menggunakan pengetahuannya untuk hal yang bertentangan dengan prikemanusiaan sekalipun diajak. Hal itu disebutkan dalam sumpah dokter.

Kompas TV Perppu Kebiri Belum Bikin Takut?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com