JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menganggap hasil revisi Undang-Undang Pilkada tidak dimaksudkan untuk mengintervensi dua lembaga penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu.
Hasil revisi UU Pilkada sebelumnya diprotes KPU lantaran adanya kewajiban penyelenggara pemilu berkonsultasi dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat menyusun peraturan.
"Saya melihat tidak ada satu pun niat buruk parlemen dan pemerintah dalam rangka mengintervensi lebih jauh KPU dan Bawaslu," kata Komisioner Bawaslu Nasrullah, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/6/2016).
(Baca: KPU Pertimbangkan Ajukan "Judicial Review" UU Pilkada ke MK)
KPU berencana untuk mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Pilkada ke Mahkamah Konsitusi (Mk). Pasalnya, KPU keberatan atas substansi Pasal 9 yang mengharuskan KPU berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah saat menyusun Peraturan KPU (PKPU) dan membuat pedoman teknis tahapan pemilih.
KPU pun mengajak Bawaslu untuk melakukan uji materi karena Undang-Undang Pilkada juga mengharuskan Bawaslu untuk berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah ketika membuat peraturan dan teknis pengawasan.
Menurut Nasrullah, keharusan berkonsultasi merupakan upaya DPR memastikan bahwa produk asli dari Undang-Undang yang dibuat bersama pemerintah, tetap sama dan tidak melenceng.
Selain itu, sejak lima tahun lalu melalui Undang-Undang Nomer 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu. Bawaslu dan KPU juga diharuskan untuk berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah. Oleh karena itu, kewajiban itu bukanlah hal baru.
"Jangan kaget-kagetan lah, buktinya pemilu legislatif 2014 dan pilkada 2015 hasilnya baik. Toh juga menggunakan peraturan yang sama, semua melalui proses konsultasi," kata dia.