JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah mengatakan, terpidana kasus pencairan bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Samadikun Hartono, akan mengganti kerugian negara sebesar Rp 169 miliar.
Namun, penggantian itu dilakukan dengan dicicil sekitar Rp 42 miliar per tahun selama empat tahun.
"Hasil laporan dari Kejari Jakarta Pusat, dia menyanggupi melunasi uang pengganti. Denda sudah dibayar. Sementara bersedia membayar setiap tahunnya Rp 42 miliar," ujar Arminsyah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (18/5/2016).
Arminsyah meminta Kejari Jakpus memastikan bahwa Samadikun telah menyelesaikan kewajiban sebelum masa hukumannya berakhir.
(Baca: Jaksa Agung: Samadikun Miliki Aset di China dan Vietnam)
"Namun, kami tetap mencari aset dia, ada yang lain atau tidak. Nanti kami minta bantuan intelijen," kata Arminsyah.
Arminsyah sebelumnya menyatakan, Samadikun juga siap menyerahkan hartanya berupa tanah dan bangunan untuk mengganti kerugian negara.
Kejagung menaksir aset berupa rumah di Menteng, Jakarta, senilai Rp 50 miliar, sementara tanah di Puncak belum bisa dipastikan nilainya.
(Baca: Ganti Kerugian Negara, Samadikun Siap Serahkan Rumah dan Tanah)
Samadikun merupakan terpidana kasus korupsi BLBI dan menjadi buron belasan tahun. Sejak mengeksekusi Samadikun, akhir April 2016 lalu, Kejagung mengincar asetnya untuk disita jika ia tidak bisa mengembalikan uang ke kas negara.
Samadikun ditangkap di Shanghai, China, oleh kepolisian setempat. Ia pun dikembalikan ke Indonesia, Kamis (21/4/2016) petang, dan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma pada malam harinya.
(Baca: Situasi Krisis, Sutiyoso Merasa Perlu Terlibat Pulangkan Samadikun dari China)
Samadikun divonis bersalah dalam kasus penyalahgunaan dana talangan dari Bank Indonesia atau BLBI senilai sekitar Rp 2,5 triliun yang digelontorkan ke Bank Modern menyusul krisis finansial 1998.
Kerugian negara dalam kasus ini disebut sebesar Rp 169 miliar. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) tertanggal 28 Mei 2003, mantan Presiden Komisaris Bank PT Bank Modern Tbk itu dikenai hukuman penjara selama empat tahun.