Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dirjen Imigrasi: Ekstradisi Djoko Tjandra Tergantung Pemerintah Papua Niugini

Kompas.com - 10/05/2016, 07:27 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F Sompie mengatakan, pemerintah masih berupaya memulangkan terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra, ke Indonesia.

Menurut Ronny, Kementerian Hukum dan HAM telah menyerahkan data-data biometrik Djoko Tjandra dan berkas kasusnya kepada Pemerintah Papua Niugini.

"Kemenkumham sudah menyerahkan data-data itu ke Pemerintah Papua Niugini," ujar Ronny saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (9/5/2016).

Ronny mengungkapkan, ada sejumlah hal yang menghambat upaya ekstradisi. Salah satu hambatannya adalah pemberian hak kepada Djoko Tjandra oleh Pemerintah Papua Niugini untuk menetap di sana.

Oleh karena itu, upaya ekstradisi tergantung sikap Pemerintah Papua Niugini.

"Dia sudah diberikan hak oleh Papua Niugini. Jadi, sekarang sangat tergantung dengan Pemerintah Papua Niugini," kata dia.

Pemerintah masih mengupayakan proses diplomasi agar Papua Niugini mau menandatangani perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir juga mengungkapkan hal yang sama. Dia mengatakan, pemerintah masih melakukan proses perjanjian ekstradisi.

Pemerintah Papua Niugini belum menandatangani perjanjian ekstradisi yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia.

"Prosesnya masih berlangsung. Perjanjian ekstradisi belum ditandatangani oleh pihak Papua Niugini," ujar Arrmanatha saat memberikan keterangan pers di Kantor Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta Pusat, Kamis (28/4/2016).

Proses kerja sama soal ekstradisi, kata dia, merupakan proses yang panjang.

Indonesia sudah memberitahukan kepada Papua Niugini, salah satu buronan korupsi kasus Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra, sudah melalui proses hukum yang berlaku di negara Indonesia.

Pihak kejaksaan kesulitan memulangkan Djoko Sugiarto Tjandra ke Indonesia karena yang bersangkutan sudah berkewarganegaraan Papua Niugini dan memberi sumbangan besar ke negara tersebut.

Dalam kasus Djoko, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bahwa dia bebas dari tuntutan.

Kemudian, pada Oktober 2008, kejaksaan melakukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

MA menerima dan menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah. Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carter dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby.

Djoko kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Niugini pada Juni 2012.

Namun, alih status warga negara itu tidak sah karena Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com