JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia memang masih jauh dari sempurna. Indonesia Corruption Watch (ICW) memaparkan ada 552 kasus korupsi yang terbengkalai dari tahun 2010-2014.
Menurut peneliti ICW Febri Hendri, hal itu terjadi karena ketiadaan sistem informasi terintegrasi pada aparat penegak hukum dan juga tingginya ego sektoral antar lembaga.
"Makanya dari acara ini kami mengundang para petinggi di lembaga terkait untuk memberikan lima rekomendasi," ujar Febri dalam seminar dan lokakarya nasional bertajuk "Partisipasi Publik dalam Peningkatan Kualitas Tata Kelola Kerja dan Kinerja Penangangan Kasus Korupsi" di Hotel Sari Pan Pacific, Selasa (3/5/2016).
Rekomendasi pertama, aparat penegak hukum baik itu KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung harus memiliki sistem informasi yang terintegrasi. Hal itu berguna untuk melakukan pemantauan sejauh mana suatu kasus sudah tertangani.
"Dengan adanya sistem IT itu kan bisa melihat laporan datang darimana, masuknya kapan, dan berapa lama prosesnya. Itu juga bisa dijadikan pemantau kinerja aparat terkait. Ini Polri dan Kejaksaan Agung belum punya," ujar dia.
Kedua, untuk mencegah adanya ego sektoral antar lembaga penegak hukum dalam pemberantasan korupsi, sudah sepatutnya sistem itu berada di bawah presiden.
"Hanya, kita harus kontrol benar, jangan sampai nantinya Presiden menggunakan itu sebagai instrumen politik," lanjut dia.
Ketiga, ICW menilai sudah sepatutnya Direktorat Tipikor Polri menjadi badan tersendiri di luar dari Bareskrim Polri. Sebab, korupsi merupakan tindak kejahatan luar biasa yang masif di Indonesia.
Febri berpendapat sudah selayaknya POLRI memiliki badan pemberantasan korupsi seperti Badan Nasional Narkotika (BNN).
Keempat, ICW menyarankan agar Kejaksaan Agung memiliki wewenang untuk melakukan supervisi terhadap para penyidik Polri sejak tahap penyelidikan.
"Jangan seperti sekarang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang harusnya punya pegangan data kuat untuk menjatuhkan tuntutan malah tidak mendalami data-data yang dimulai dari penyelidikan, tuntutannya kan bisa jadi tidak pas," papar Febri.
Terakhir, ICW berharap Unit Koordinasi dan Supervisi KPK bisa dinaikan levelnya menjadi direktorat. Agar pangkat mereka cukup setara saat melakulan supervisi dengan Kejaksaan Agung dan Polri, sehingga dua lembaga ini mau mendengar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.