JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia masih terus melakukan upaya penyelematan terhadap 10 orang Warga Negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf sejak 26 Maret lalu.
Hingga kini, berarti sudah dua pekan kejelasan nasib para WNI itu terombang-ambing lantaran proses penyelamatan belum membuahkan hasil.
Koordinasi dengan berbagai pihak terus diupayakan sebagai bentuk upaya penyelamatan.
Namun, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal menegaskan, tak ada negosiasi uang tebusan dari pemerintah terhadap penyandera 10 WNI tersebut.
Ia juga membantah adanya tenggat waktu yang diberikan penyandera tersebut kepada pemerintah untuk memberikan uang tebusan.
"Yang jelas pemerintah tidak akan negosiasi dengan penyandera apalagi bayar tebusan," ujar Iqbal saat dihubungi, Jumat (8/4/2016).
"Mohon doanya, ya. Kita ikhtiar terus," kata dia.
(Baca: Perusahaan Akan Beri Uang Tebusan Rp 14,3 Miliar ke Kelompok Abu Sayyaf)
Sementara itu, beberapa waktu lalu Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi menegaskan bahwa saat ini Kemenlu telah menunjuk dua Liaision Officer (LO) untuk mengintensifkan komunikasi dan koordinasi dengan pihak keluarga 10 WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf.
Penunjukkan tersebut, kata Retno, merupakan upaya yang dilakukan Kemenlu agar pihak keluarga terus mendapatkan perkembangan terkini mengenai kondisi para sandera. Selain itu, Menlu juga telah melakukan pertemuan dengan Presiden Filipina.
Kemudian, di tempat terpisah, Retno juga bertemu Menteri Luar Negeri Filipina dan Panglima Angkatan Bersenjata Filipina.
(Baca: Ketua DPR Dapat Kabar bahwa Penyandera WNI Bukan Kelompok Abu Sayyaf)
Dalam pertemuan tersebut, Menlu berupaya mengintensifkan komunikasi dan koordinasi terkait upaya pembebasan sandera, menekankan pentingnya keselamatan para sandera dan menyampaikan apresiasi atas kerja sama dengan Filipina.
"Sesuai instruksi dari Presiden Jokowi, saya telah melakukan kunjungan ke Filipina pada tanggal 1-2 april 2016 lalu. Hasil pertemuan sudah saya laporkan kepada Presiden," tutur Retno saat memberikan keterangan pers di Gedung Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta, Selasa (5/4/2016).