"Ini bukan hanya masalah si personel semata. Pertanggungjawaban institusional juga harus ditunjukan," ujar Reza di Jakarta, Jumat (26/2/2016).
Sebab, lanjut Reza, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti sudah menyebut bahwa pelaku mengalami gangguan kejiwaan sejak beberapa tahun. Jika demikian, maka menjadi pertanyaan mengapa Polri abai terhadap informasi itu.
(Baca: Polisi Pelaku Mutilasi Anaknya Sering Marah-marah)
"Apalagi, polisi adalah kelompok dengan risiko yang tinggi mengalami gangguan mental. Bagaimana tanda-tanda itu terabaikan?" ujar dia.
Bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan, menurut Reza, yakni membenahi sistem pengawasan kualitas polisi. Bukan cuma di pusat saja, melainkan di seluruh Indonesia.
(Baca: Kata Kapolri, Polisi yang Mutilasi Anaknya Alami Gangguan Jiwa)
"Unit SDM harus cek secara menyeluruh dan berkala. Sementara Propam cek kepedulian atasannya kepada bawahan," ujar Reza.
Brigadir Petrus Bakus diketahui membunuh dan memutilasi anaknya dengan menggunakan parang, Fbn (4) dan Amr (3) pada Jumat (26/2/2015) dini hari. Dia pun mengakui perbuatannya kepada sang istri.
(Baca: Polisi Pelaku Mutilasi 2 Anaknya: Mereka Baik, Mereka Pasrah)
Peristiwa ini terungkap setelah sang istri mengadu ke tetangga yang juga anggota polisi. Ketika tetangga itu mendatangi rumah itu, pelaku keluar dari rumah dan duduk di teras rumah.
Kepada tetangganya, pelaku mengatakan, "sudah saya bersihkan, Bang. Saya menyerahkan diri."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.