Namun, kedatangan Lino ke Mabes Polri, Rabu pagi, bukan untuk diperiksa.
Ia hanya menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP) yang belum sempat ditandatangani.
"BAP sebelumnya kan ada yang belum diparaf. Jadi tadi cuma teken itu saja. Enggak ada pertanyaan sama sekali," ujar Lino, saat keluar dari Gedung Bareskrim Polri, Rabu siang.
Lino menegaskan bahwa statusnya adalah saksi. Saat disinggung soal bagaimana jika penyidik meningkatkan statusnya sebagai tersangka, Lino menjawab singkat.
"Ini kan negara hukum, kita akan ikuti. Pastilah," kata Lino.
Sementara, kuasa hukum Lino, Friedrich Yunadi, menyatakan, semuanya tergantung proses yang berjalan.
Pengusutan kasus ini sudah dimulai sejak Agustus 2015. Temuan penyidik, pengadaan mobile crane diduga tidak sesuai perencanaan sehingga menyebabkan kerugian negara dan ada mark up anggaran.
Penyidik menetapkan seorang tersangka, yakni Direktur Teknik PT Pelindo II Ferialdy Noerlan.
Namun, menurut Lino, pengadaan sudah sesuai prosedur dan tidak ada korupsi atau penggelembungan harg.
Berdasarkan data Bareskrim Polri, kerugian negara (PKN) pengadaan 10 unit mobile crane itu mencapai puluhan miliar rupiah.
"Total kerugian negara atas pengadaan 10 unit mobile crane sebesar Rp 37.970.277.778," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes (Pol) Agung Setya saat dihubungi, Januari lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.