CILACAP, KOMPAS.com - Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir mengaku tidak masalah mendapatkan hukuman asalkan pengadilannya dilakukan secara jujur.
"Yang saya minta supaya jujur di dalam menilai kesalahan saya," kata Ba'asyir saat sidang lanjutan terhadap peninjauan kembali (PK) yang dia ajukan di Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (9/2/2016), seperti dikutip Antara.
Sidang lanjutan dengan majelis hakim yang diketuai Nyoto Hindaryanto serta beranggotakan Zulkarnaen dan Akhmad Budiman itu mengagendakan kesimpulan dan penandatangan berita acara pemeriksaan (BAP).
Saat sidang baru dimulai pada pukul 09.05 WIB, Nyoto menawarkan kepada pemohon maupun jaksa penuntut umum untuk membacakan atau tidak kesimpulan.
Terkait dengan tawaran tersebut, tim penasihat hukum pemohon PK maupun tim jaksa penuntut umum sepakat jika kesimpulan itu dianggap telah dibacakan. (baca: Ba'asyir Divonis 15 Tahun Penjara)
Karena semua pihak sepakat bahwa kesimpulan dianggap telah dibacakan, majelis hakim memutuskan untuk menskors sidang selama 30 menit guna penyusunan BAP.
Namun, sebelum dilakukan penandatanganan BAP, salah seorang anggota tim penasihat hukum pemohon PK, Achmad Michdan, meminta waktu kepada majelis hakim karena Ba'asyir ingin menyampaikan kronologi kesimpulan.
Terkait dengan hal itu, majelis hakim mengabulkan. (baca: Sidang PK, Abu Bakar Baasyir Mengaku Tak Tahu Ada Latihan Militer di Aceh)
Saat menyampaikan kronologi kesimpulan, Ba'asyir mengatakan bahwa latihan senjata dalam Islam hukumnya adalah wajib sesuai dengan perintah Allah, yakni mempersiapkan kekuatan untuk membela Islam.
Menurut dia, hal itu disebabkan musuh Islam dalam menyerang menggunakan senjata sehingga tidak cukup dihadapi dengan dakwah.
"Harus dihadapi dengan senjata. Maka, latihan senjata dalam Islam itu tujuan utamanya bukan untuk membunuh, melainkan untuk membela diri sehingga membunuh itu diusahakan sedapat mungkin dihindari," kata Ba'asyir.
Oleh karena itu, kata dia, berdasarkan dalil-dalil agama, latihan senjata di pegunungan di Aceh merupakan syariat Islam meskipun di sana-sini ada kekurangan.
Ia mengakui, jika sebelumnya sama sekali tidak mengetahui adanya latihan senjata di Aceh dan baru tahu setelah melihat dalam pemberitaan.
Setelah mempelajari kabar mengenai latihan senjata/militer di Aceh itu, dia mengatakan bahwa kegiatan tersebut termasuk syariat Islam. Sebagai umat Islam, pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) itu merasa wajib untuk membantu semampunya.