JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya deradikalisasi terhadap terpidana teroris bukanlah perkara mudah. Petugas yang menetralisasi pemikiran teroris bisa jadi malah menjadi korban.
"Ada petugas kami yang ditugaskan untuk deradikalisasi malah dia yang diradikalisasi," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/1/2016).
Yasonna tidak menyebut secara pasti berapa jumlah petugas yang ikut arus radikalisme tersebut.
Menurut Yasonna, upaya deradikalisasi para terpidana kasus teroris perlu dilakukan secara komprehensif. Artinya, proses deradikalisasi itu tak cukup dilakukan Kemenkumham, tetapi juga harus mendapatkan bantuan seperti dari Kementerian Agama, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Polri, dan Badan Intelijen Negara.
"Karena kalau deradikalisasi hanya dilakukan di lapas, kita tidak mempunyai SDM yang cukup," ujarnya.
Pemerintah saat ini masih menyusun draf revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Salah satu usulan yang ingin diajukan adalah rehabilitasi yang dilakukan secara holistik dan komprehensif terhadap terpidana teroris.
Pemerintah juga mengusulkan agar mantan terpidana teroris yang baru keluar dari lapas mendapatkan pengawasan setidaknya selama enam bulan.
Tak hanya sekadar pengawasan, mantan napi itu juga perlu mendapatkan pembinaan lanjutan agar tidak kembali menyimpang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.