JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Ancol, Priyo Budi Santoso, menyesalkan sikap kubu Aburizal Bakrie yang memberikan sanksi kepada Akbar Tandjung.
Menurut dia, sikap kubu Aburizal itu terlalu berlebihan.
"Ini sikap yang terlalu sombong dan angkuh," kata Priyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/1/2016).
Priyo mengatakan, sebagai Ketua Dewan Pertimbangan hasil Munas Bali, sah-sah saja apabila Akbar mendorong penyelenggaraan munas yang bisa menyatukan kubu Aburizal dan kubu Agung Laksono.
Priyo meyakini bahwa penyelenggaraan munas merupakan opsi terbaik untuk mengatasi dualisme Partai Golkar yang belum juga selesai. (Baca: Generasi Muda Golkar Mendesak Munas dan Pembentukan DPP Transisi)
"Hanya karena Pak Akbar menginginkan penyatuan lewat munas lalu ditegur, atas dasar hukum apa? Ini berlebihan," ujar Priyo.
Terlebih lagi, lanjut Priyo, saat ini dorongan untuk munas tidak hanya disuarakan oleh Akbar, tetapi juga berbagai kalangan lain, termasuk mantan Ketum Golkar Jusuf Kalla.
Menurut dia, hanya segelintir pihak yang tidak setuju munas diselenggarakan. (Baca: Nasib Golkar Dinilai Belum Jelas, Kalla Jelaskan Skema Menuju Munas)
"Pihak-pihak yang tidak mau munas diselenggarakan adalah pihak yang ingin merusak Golkar," ujarnya.
Partai Golkar hasil Munas Bali memberi sanksi teguran kepada Akbar karena terus mendesak pelaksanaan Munas Golkar.
Hal ini disepakati dalam rapat konsolidasi nasional antara elite DPP Golkar dan para Ketua DPD I di Sanur, Bali, Senin (4/12/2015).
"Dalam rangka menjaga marwah dan martabat partai, akhirnya DPD I memberikan rekomendasi kepada DPP untuk memberi teguran kepada Akbar Tandjung selaku Ketua Dewan Pertimbangan," kata Wakil Ketua Umum DPP Golkar hasil Munas Bali, Nurdin Halid, saat dihubungi Kompas.com, Selasa.
Nurdin mengatakan, bukan kewenangan Akbar untuk mendesak pelaksanaan munas bersama dengan kubu Agung Laksono. (Baca: Generasi Muda Golkar Mendesak Munas dan Pembentukan DPP Transisi)
Berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai, keputusan untuk mempercepat waktu pelaksanaan munas sepenuhnya ada di tangan para Ketua DPD I. (Baca: Nasib Golkar Dinilai Belum Jelas, Kalla Jelaskan Skema Menuju Munas)
Munas bisa digelar sebelum tahun 2019, apabila minimal dua pertiga DPD I memberikan persetujuan.
Namun, semua Ketua DPD I disebut menolak digelarnya munas sebelum berakhirnya masa jabatan Aburizal sebagai Ketum pada 2019. (Baca: Nurdin: Semua DPD I Golkar Tolak Munas Sebelum 2019)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.