Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Butuh Bukti Pendukung Terima Suap untuk Periksa Dirdik Jampidsus

Kompas.com - 25/11/2015, 08:30 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi mengatakan, KPK kemungkinan akan mengembangkan kasus dugaan suap yang menjerat mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Patrice Rio Capella.

Pengembangan kasus akan dilakukan jika muncul fakta baru dalam persidangan.

Pada beberapa sidang sebelumnya, istri dari Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti mengakui adanya pemberian uang sebesar Rp 300 juta ke Direktur Penyidikan pada Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Maruli Hutagalung.

Mengenai fakta persidangan itu, Johan menilai perlu ada bukti penunjang agar KPK bisa memeriksa Maruli terkait pemberian uang itu.

"Kalau orang sekedar mengaku tanpa didukung bukti-bukti tentu tidak bisa ditindaklanjuti. Kalau ada orang mengaku didukung bukti-bukti, baru bisa dilakukan penyelidikan," ujar Johan, Rabu (25/11/2015).

Menurut Johan, pengakuan saksi jika tidak didukung bukti, memiliki nilai fakta lemah karena tidak dapat dipastikan benar atau salah. Selain pengakuan saksi, kata Johan, harus ada alat bukti lain misalnya saksi yang menyaksikan penyerahan uang atau tanda terima uang tersebut.

"Apa bukti pendukungnya? Kuitansi, enggak ada. Saksi, enggak ada. Tidak bisa kalau seperti itu," kata Johan.

Johan mengatakan, hingga saat ini belum ada bukti penunjang yang memberatkan Maruli untuk dimintai keterangan oleh KPK. Oleh karena itu, KPK menunggu munculnya fakta persidangan baru dalam sidang Rio untuk memutuskan apakah perkaranya bisa dikembangkan atau tidak.

Dalam persidangan, Evy Susanti mengakui ada pengeluaran selain uang Rp 200 juta untuk mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella untuk mengamankan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial di Kejaksaan Agung.

Ia mengatakan, OC Kaligis meminta uang sebesar Rp 300 juta kepadanya untuk Maruli Hutagalung.

"Dia bilang ada sejumlah uang untuk Kejagung. Nilainya Rp 300 juta. Tapi ke Gatot saya eggak tahu. Dia (Kaligis ) sebutkan nama Maruli," ujar Evy.

Sementara itu, Kejaksaan Agung membantah adanya pemberian uang kepada Maruli, bahkan menyebut keterangan soal suap itu sebagai sesuatu yang "omong kosong".

“Hasil pemeriksaan Gatot dan istrinya, yang bersangkutan tidak pernah memberikan uang, baik ke Jaksa Agung atau Dirdik Jampidsus. Jadi sudah clear permasalahannya. Jadi semua itu hanya omong kosong,” ujar Jaksa Agung Muda Pengawas (Jamwas) Kejaksaan Agung, Widyo Pramono.

Tim Pengawas telah memeriksa Maruli Hutagalung, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho serta istrinya, Evy Susanti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com