Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Surat Edaran 'Hate Speech' dan Jawaban Kapolri...

Kompas.com - 06/11/2015, 07:42 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Surat Edaran Kepala Polri Nomor SE/06/X/2015 tertanggal 8 Oktober 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian atau ‘hate speech’ menuai pro dan kontra di masyarakat.

Ada yang menilai bahwa surat edaran itu mengekang kebebasan berpendapat, terutama kritik terhadap pemerintah.

Pendapat itu salah satunya dikemukakan Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa.

"Rezim Jokowi seperti takut atas kritikan yang ada saat ini," kata Desmond, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/11/2015) lalu.

Politisi Partai Gerindra itu menuding, surat edaran itu merupakan bentuk lain dari pasal larangan penghinaan presiden yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Mantan Menteri Hukum dan HAM era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Amir Syamsudin, turut angkat bicara. Dia menduga, pemerintah memiliki agenda tertentu di balik terbitnya surat edaran ini. Sebab, kemunculannya nyaris bersamaan waktunya dengan peristiwa pencemaran nama baik pemimpin negara atau tokoh tertentu.

Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia Luhut Pangaribuan mengatakan, karena surat edaran itu mencantumkan pasal-pasal yang sudah ada di berbagai undang-undang, dia meminta Kapolri mencabut surat edaran itu.

"Dicabutnya surat edaran tidak mengurangi kewenangan polisi menangani kasus hate speech itu," kata Luhut di Kantor YLBHI, Jakarta, Rabu (4/11/2015).

Salah satu Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Muhammad Nasser menilai berbeda. Ia tak khawatir bahwa surat edaran itu akan membelenggu kebebasan berpendapat. Kekhawatirannya, personel kepolisian yang tidak mampu menerjemahkan edaran tersebut dengan baik.

Oleh karena itu, Nasser meminta Mabes Polri harus benar-benar menyeleksi personel yang akan ditempatkan sebagai kepala satuan wilayah (Kasatwil) di daerah-daerah yang rawan konflik horizontal.

"Jadi di daerah rawan konflik, tidak boleh lagi menempatkan sembarang personel sebagai Kasatwil. Jangan tempatkan personel yang tak paham soal penanganan 'hate speech'. Harus personel yang sudah teruji," ujar Nasser.

Kedua, Polri harus menerbitkan aturan atau panduan teknis yang lebih detil seiring dengan diterbitkannya edaran itu. Nasser menganggap, Polri tidak bisa begtu saja menyerahkan implementasi edaran tersebut kepada Kasatwil. Harus ada pedoman teknis terkait penanganan kasus terkait 'hate speech'.

Dengan demikian, lanjut Nasser, apa yang dikhawatirkan pihak yang kontra bisa dijawab dengan kerja polisi-polisi terbaik di lapangan.

Jawaban Kapolri

Sadar menjadi polemik, Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengundang sejumlah pimpinan media massa dan wartawan, Kamis (5/11/2015), ke Mabes Polri. Pertemuan digelar di Ruang Rupatama Kompleks Mabes Polri. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com