JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan daerah dengan calon tunggal untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak Desember 2015 dianggap menimbulkan permasalahan baru. Hal tersebut disebabkan adanya format pemilihan suara baru, yaitu dengan disediakannya kolom "setuju" dan "tidak setuju".
Muncul usulan dari sejumlah pihak agar penyelenggara pemilu memfasilitasi kelompok orang yang kontra dengan calon tunggal.
Terkait usulan tersebut, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat Hadar Nafis Gumay menyatakan, KPU sejauh ini belum berencana untuk memfasilitasi kelompok tersebut dengan beberapa alasan.
"Pandangan sementara, terlalu sulit untuk kita mengakomodir itu," ucap Hadar usai meresmikan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (13/10/2015).
Alasan pertama, menurut Hadar, adalah karena kelompok kontra calon tunggal tersebut akan menjadi kelompok yang partisan. Mereka seolah-olah sebagai peserta, padahal hanya mengarahkan massa untuk tidak memilih calon tunggal di daerahnya.
"Kedua, banyak aturan kita, terutama undang-undang, yang tidak mengatur atau membatasi. Sehingga kalau ini diatur akan bertentangan dengan undang-undang. Nah, jadi tidak mungkin kami mengaturnya seperti itu," ucap Hadar.
Hadar juga berpandangan bahwa sebetulnya sudah tersedia ruang publik dan pengawas di dalam pilkada. Ruang publik itu lah yang menurut Hadar seharusnya ditingkatkan.
Pemilih juga dapat mengajukan protes dan melaporkan pelanggaran kepasa Panitia Pengawas. Kemudian Panwas dapat memprosesnya sebagai temuan atau laporan.
"Jadi sementara, tidak perlu diatur lebih jauh. Apakah mereka tidak bisa melakukan kegiatan. Bisa saja. Yang tidak bisa kan yang secara formal," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.