Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tjahjo Kumolo Dukung Pelurusan Sejarah soal Bung Karno

Kompas.com - 07/10/2015, 15:37 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berpendapat bahwa perlu ada pelurusan sejarah sosok presiden pertama RI Soekarno. Ia mendukung penyampaian permintaan maaf oleh pemerintah terkait sikap Soekarno terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI).

Hal itu disampaikannya terkait pernyataan Wakil Sekjen PDI Perjuangan Ahmad Basarah, yang mendorong pemerintah meminta maaf karena adanya tuduhan bahwa Soekarno dianggap mendukung PKI.

"Penganugerahan Pahlawan Nasional sudah, Bapak Bangsa sudah, Proklamator sudah, tetapi ada beberapa hal yang belum diluruskan. Di negara-negara lain, pendiri bangsa dihormati, baik di negara besar maupun negara kecil, kenapa kita tidak?" ujar Tjahjo saat ditemui di Gedung C Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (7/10/2015).

Mantan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan itu mengatakan, pelurusan sejarah ini penting untuk memberikan pemahaman pada pelajar dan semua generasi muda sehingga lebih mengenal sosok pemimpin bangsa. Pelurusan sejarah juga dilakukan untuk menghilangkan stigma tertentu yang menimbulkan salah persepsi.

Menurut Tjahjo, pelurusan sejarah itu tidak hanya tentang Soekarno, tetapi juga pahlawan dan tokoh nasional lain. Terkait pelurusan sejarah Bung Karno, Direktur Jenderal Politik Kemendagri akan melakukan kajian dan memberikan rekomendasi tentang wacana permintaan maaf.

"Bagi kami bukan cuma soal permintaan maaf, tapi bagaimana ada keputusan negara soal pelurusan sejarah ini," kata Tjahjo.

Sebelumnya, Ketua Fraksi PDI Perjuangan di MPR Ahmad Basarah mengatakan bahwa Soekarno merupakan korban dari peristiwa G30S/PKI. Hal yang sama disampaikan oleh politisi PDI-P, Puan Maharani, cucu Soekarno. (Baca Puan Minta Nama Soekarno Dibersihkan dari Tuduhan Dukung PKI)

Basarah menganggap bahwa Soekarno kehilangan kekuasaan karena tuduhan mendukung PKI dan terbitnya Tap MPRS Nomor XXXIII Tahun 1967 tertanggal 12 Maret 1967. Dalam Pasal 6 Tap MPRS tersebut, disebutkan bahwa Pejabat Presiden Jenderal Soeharto diberi tanggung jawab untuk melakukan proses hukum secara adil guna membuktikan dugaan pengkhianatan Presiden Soekarno. Namun, kata Basarah, hal tersebut tidak pernah dilaksanakan sampai Presiden Soekarno wafat tanggal 21 Juni 1970.

Basarah mengatakan bahwa dengan terbitnya Tap MPR Nomor I Tahun 2003 tentang Peninjauan Kembali Materi dan Status Hukum Tap MPRS/MPR sejak Tahun 1960-2002, maka Tap MPRS Nomor XXXIII Tahun 1967 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 November 2012 juga memberikan anugerah kepada Soekarno sebagai Pahlawan Nasional. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar dan Tanda Jasa, kata Basarah, gelar Pahlawan Nasional dapat diberikan kepada tokoh bangsa apabila semasa hidupnya tidak pernah melakukan pengkhianatan terhadap negara.

Basarah menilai bahwa permintaan maaf pemerintah karena menuduh Soekarno mendukung PKI lebih memiliki dasar hukum ketimbang rencana permintaan maaf terhadap korban pelanggaran berat HAM tahun 1965. Meski di sisi lain Basarah beranggapan bahwa negara tidak dapat menghukum secara politik maupun perdata terhadap keturunan aktivis PKI yang tidak tahu dan tidak terlibat dalam peristiwa pemberontakan PKI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com