Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/09/2015, 15:00 WIB
Icha Rastika

Penulis

Saya bertugas penuh menjalankan kantor. Dana untuk operasional LBH, saya ingat, diperoleh dari Ali Sadikin yang mengalokasikan Rp 300.000 setiap bulan dari anggaran belanja Pemerintah DKI Jakarta. Kegiatan LBH makin meningkat, terutama membela masyarakat miskin, sehingga Mayor Jenderal Ali Moertopo yang, waktu itu, menjabat Asisten Pribadi Presiden Soeharto menyumbangkan beberapa skuter, yang diterima Buyung, dan dipakai untuk kegiatan operasional pembela umum.

Saat beberapa tahun kemudian terjadi peristiwa Malari pada 14 Januari 1974, saat Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka berkunjung ke Indonesia, terjadi kerusuhan dan perusakan massal. Buyung bersama aktivis lainnya ditahan Kopkamtib.

Saat di tahanan, ia mendengar, saya, sebagai sekretaris, ingin mengambil alih LBH. Pengurus LBH dipimpin Minang Warman mengadakan rapat di Slipi. Saya hadir ditemani Erman Radjagukguk. Saya katakan, berita itu tidak benar. Setelah keluar dari tahanan, Buyung berkata, "Abang salah sangka terhadap Albert."

Dilarang bicara

Buyung juga aktif di Perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia (Persahi), yang waktu itu diketuai Mayor Jenderal EJ Kanter. Saya ingat, bersama Buyung, Haryono Tjitrosubono, dan Harry Tjan Silalahi menghadiri konferensi Law Asia di Manila tahun 1971. Di konferensi itu, dalam satu komisi, dia berbicara tentang bantuan hukum di negara berkembang, termasuk Indonesia, dengan semangat menggebu-gebu.

Ketika konferensi Law Asia di Jakarta, Buyung dilarang berbicara oleh Kopkamtib. Larangan itu datang dari Jenderal Soemitro. Saya berpikir, Buyung mulai kritis terhadap penguasa.

Saya ingat diminta Buyung untuk membela mahasiswa ITB di PN Bandung. Mahasiswa itu, angkatan 1978, dituduh melakukan penghinaan terhadap kepala negara, Presiden Soeharto. Saya membela Sukmadji Indro Tjahyono yang mendapat hukuman 11 bulan penjara. Indro sudah ditahan selama 10 bulan. Pada waktu vonis itu, dia praktis bebas. Kesan saya, Buyung senang membela kasus ketidakadilan.

Salah satu tujuan hidupnya secara akademis terpenuhi saat Buyung dengan sukses mempertahankan disertasi berjudul "Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia" di Universitas Utrecht tahun 1992. Promosi itu mendapat perhatian banyak orang. Karya Buyung ini sangat baik. Disertasi Buyung ini memberi sumbangan besar untuk masyarakat Indonesia dalam menjalankan UUD 1945 dengan baik, terutama mematuhi prinsip hak asasi manusia (HAM) yang tertera di Konstitusi.

Namun, dia tak setuju dengan pendirian Komnas HAM tahun 1993. Ia menyangsikan Komnas HAM, karena inisiatif pemerintah, akan bisa memperjuangkan dan membela rakyat Indonesia di bidang HAM. Ternyata, Komnas HAM menjadi lembaga yang efektif dalam memperjuangkan HAM di Indonesia.

Ketika memimpin Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM Timor Timur tahun 1999, saya ditemui Buyung, yang juga dihadiri pejabat dari Hankam, di Hotel Grand Mahakam, Jakarta. Dalam pertemuan itu, Buyung bertanya, apakah saya dalam kasus Timtim bisa memutuskan menggunakan pertanggungjawaban moral dan tidak menggunakan tanggung jawab komando atau command responsibility. Saya menolak permintaan itu sebab setiap anggota KPP HAM Timtim telah menentukan berdasarkan hati nurani. Pada 31 Januari 2000 saya sampaikan laporan KPP HAM Timtim tersebut kepada Jaksa Agung Marzuki Darusman. Waktu itu saya kecewa.

Saat Buyung menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden tahun 2007-2009, saya diundang untuk berbicara dalam seminar tentang amandemen konstitusi UUD 1945. Seminar itu adalah persiapan untuk mengajukan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang amandemen kembali konstitusi yang diprakarsai Buyung. Saya sependapat tentang amandemen kembali konstitusi ini.

Sebagai akhir, dari pergaulan selama bertahun-tahun, Buyung adalah tokoh hukum idealis yang bersifat conscience intellectual (intelektual berhati nurani). Kita kenang kepergiannya....

Albert Hasibuan
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden 2012-2014

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 September 2015, di halaman 7 dengan judul "Bang Buyung dalam Kenangan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com