Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsep Kodifikasi Dinilai Tak Matang, RKUHP Dikhawatirkan Tidak Maksimal

Kompas.com - 18/09/2015, 06:54 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) Fakultas Hukum Universitas Indonesia Choky Ramadhan mengatakan, tak ada kemajuan berarti dari pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Padahal, drafnya telah berada di tangan pemerintah selama 30 tahun dan di DPR sejak 2012. Ia menilai, pembahasan yang berlarut-larut dikhawatirkan tidak berjalan secara maksimal.

“Konsep kodifikasi ini belum kuat. Ketika dipaksakan bisa menimbulkan kekacauan dalam pelaksanaannya,” kata Choky dalam diskusi yang diadakan Aliansi Nasional Reformasi KUHP, di Jakarta, Kamis (17/9/2015).

Choky menambahkan, ada sekitar 147 UU di luar KUHP yang memuat ketentuan pidana namun tidak semuanya diatur ulang atau dikodifikasi. Dari keseluruhan, hanya 23 ruang lingkup tindak pidana yang dikodifikasi. Hal tersebut, menurut dia, menunjukkan ketidaksanggupan pembuat UU.

“Si pembuat undang-undang menyadari bahwa ini bukan kodifikasi, karena dari 147 ternyata mereka tidak sanggup mengatur ulang semuanya,” lanjut Choky.

Pada kesempatan yang sama, Program Officer Monitor dan Advokasi Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar menilai, pemerintah dan perumus RKUHP tidak konsisten dalam proses kodifikasi. Pasalnya, dalam waktu yang bersamaan, pemerintah dan DPR juga membahas Rancangan Undang-Undang yang mengatur sanksi hukum pidana.

“Padahal tim perumus rancangan KUHP 2015 dan pemerintah menyatakan bahwa akan melakukan kodifikasi total. Dari segi proses, inkonsistensi pemerintah dalam hal kodifikasi juga nampak,” ujar Wahyudi.

Pemerintah, menurut Wahyudi, harus memberi ketegasan apakah menggunakan jenis kodifikasi terbuka atau tertutup. Meski pun hingga saat ini yang terlihat adalah pemerintah menerapkan jenis kodifikasi terbuka yaitu ada kodifikasi hukum pidana di dalam KUHP tetapi memungkinkan dibentuknya undang-undang sektoral atau undang-undang khusus. Sehingga keberadaan KUHP tidak mematikan undang-undang di luar KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com