Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mabes Polri Minta Kontras Serahkan Data Penyiksaan oleh Polisi

Kompas.com - 24/08/2015, 21:12 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Polri meminta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) untuk menyerahkan data jumlah penyiksaan yang dilakukan oleh anggota polisi. Kontras mencatat, terdapat tujuh orang meninggal dunia dan 16 orang luka-luka akibat disiksa polisi selama empat bulan terakhir.

"Apabila benar-benar ada kejadian, ya mohon datanya agar bisa kita selidiki. Anggota yang terbukti bersalah pasti kita tindak. Jangankan meninggal, luka-luka saja kita tindak," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Charliyan di Mabes Polri, Senin (24/8/2015).

Anton menyayangkan mengapa masih ada polisi yang menyiksa saksi atau tersangka untuk mendapat keterangan soal ada atau tidaknya tindak pidana. Padahal, menurut Anton, mengejar pengakuan saksi atau tersangka adalah model kuno dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Masih banyak model pembuktian lain yang harusnya diaplikasi polisi.

Anton mengatakan, kejadian-kejadian demikian bertolak belakang dengan cita-cita Polri dalam mewujudkan profesionalisme.

"Kalau caranya masih begitu kan berarti tidak profesional, sementara kami sedang gembar-gembor profesionalisme, tetapi kadang-kadang di bawahnya masih ada saja yang seperti itu. Kita akan tindak mereka jika ada laporannya," ujar Anton. (Baca: Polri Dongkol Masih Ada Polisi yang Menyiksa dalam Pemeriksaan)

Sebelumnya, Kontras merilis terdapat tujuh orang meninggal dunia dan 16 orang lainnya mengalami luka-luka diduga akibat proses hukum di kepolisian. Jumlah itu terjadi dalam kurun waktu Mei hingga Agustus 2015 atau hanya empat bulan saja.

Pertama, 8 Mei 2015, yakni RS (16). Korban ditangkap Jatanras Polres Samarinda bersama rekannya terkait tuduhan pencurian sepeda motor. RS lalu dipaksa mengaku tindak pidana pencurian dengan cara disiksa. Sebelum meninggal dunia, korban mengalami muntah-muntah.

Kedua, 8 Juni 2015, Kontras menerima aduan dugaan penyiksaan anggota Polsek Serpong terhadap 19 warga Lampung Timur dengan lima orang di antaranya meninggal dunia. Belasan orang itu semula ditangkap terkait keterlibatan sindikat pencurian sepeda motor.

Namun, karena tak ditemukan adanya bukti cukup kuat, 14 orang dibebaskan dan lima lainnya dilaporkan meninggal dunia dengan luka tembak. Bahkan, salah satu di antaranya meninggal dengan kondisi patah tulang leher.

Ketiga, tanggal 22 Juni 2015, Kontras menerima aduan dugaan penyiksaan oleh anggota Polsek Widang, Tuban, terhadap anak di bawah umur berinisial VA (12). Kasus ini diawali dengan laporan tetangga VA yang sepeda motornya dicuri yang diduga dilakukan oleh VA. Polisi pun menangkap VA, kemudian ia disiksa agar mengakui perbuatan. Namun, akhirnya VA dilepas karena tuduhan tak terbukti.

Yang keempat, tanggal 7 Agustus 2015, Kontras menerima pengaduan kasus kematian Suharli yang diduga dilakukan oleh anggota Polres Bangka. Peristiwa ini diawali dengan penangkapan seorang pengguna narkoba. Si pengguna menyebut nama Suharli sebagai asal muasal barang haram.

Polisi pun menangkap Suharli saat berada di kediaman salah satu anggota polisi. Korban kemudian diinterogasi agar menunjukkan barang bukti dengan cara disiksa. Suharli pun meninggal diduga karena penyiksaan itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com