Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi: Pasal Penghinaan Presiden Diajukan Pemerintah Sebelumnya

Kompas.com - 05/08/2015, 18:50 WIB
Sabrina Asril

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap berusaha mengajukan pasal penghinaan terhadap presiden dalam revisi Undang-Undang KUHP. Menurut dia, pengajuan pasal itu sebenarnya sudah dilakukan sejak pemerintahan sebelumnya dan dia hanya melanjutkannya saat ini.

"Itu juga pemerintah yang lalu usulkan itu dan ini dilanjutkan dimasukkan lagi," kata Jokowi di Istana Bogor, Rabu (5/8/2015).

Menurut Jokowi, yang diusulkan dalam revisi UU KUHP baru berbentuk rancangan sehingga dia heran mengapa pasal itu terlalu diributkan. Dia berpendapat bahwa kini "bola" berada di Dewan Perwakilan Rakyat, apakah meloloskan pasal itu atau tidak.

"Namanya juga rancangan, terserah di Dewan dong. Itu rancangan saja kok ramai," ucap dia.

Jokowi mengungkapkan, pasal penghinaan presiden yang diajukan kali ini sebenarnya memberikan penjelasan tegas antara fitnah dan kritik. Sebelum revisi, kata dia, seorang pengkritik presiden bisa lebih rentan dipidana karena masih banyak celah hukum yang ada.

Dalam Pasal 263 RUU KUHP ayat 1 yang disiapkan pemerintah, disebutkan bahwa "Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".

Dalam ayat selanjutnya ditambahkan, "Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri".

Menurut Jokowi, pasal itu ada untuk melindungi presiden sebagai simbol negara. "Kalau kita lihat di negera yang lain, sebagai symbol of state itu ada semuanya. Tapi, kalau di sini inginnya tidak, ya terserah nanti di wakil-wakil rakyat," ucap dia.

Berbeda dengan Jokowi, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqqie menilai bahwa alasan pemerintah yang menganggap posisi presiden sebagai simbol negara dianggap sebagai warisan pemikiran feodal. Pemikiran itu dianggap tak lagi relevan dengan era demokrasi. (Baca: Jimly: Presiden sebagai Simbol Negara adalah Pemikiran Feodal)

Menurut dia, persoalan lambang negara sudah diatur secara khusus dalam Pasal 36 a Undang-Undang Dasar 1945. Lambang negara yang diatur dalam konstitusi adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dan bukan presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian Hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian Hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com