JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Komisi Pemberantasan Korupsi Priharsa Nugraha mengatakan, KPK terus mempertimbangkan sejumlah opsi untuk melawan putusan praperadilan mantan Direktur Jenderal Hadi Poernomo.
Setelah upaya banding ditolak, muncul opsi peninjauan kembali hingga mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan baru.
"Kami masih mempertimbangkan opsi yang diambil. Bisa PK, kasasi, atau mengeluarkan Sprindik baru dengan mentersangkakan kembali HP," ujar Priharsa, Sabtu (13/6/2015).
Priharsa mengatakan, pertimbangan mengeluarkan sprindik baru mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi yang menyebut penegak hukum, termasuk KPK, dapat mengulangi proses penyidikan yang sama. Sehingga penyidik atau penegak hukum dapat mengeluarkan Sprindik baru.
"Salah satu pertimbangan KPK adalah keputusan MK itu," kata Priharsa.
Sebelumnya, upaya banding yang diajukan KPK ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pimpinan sementara KPK Johan Budi mengatakan, muncul opsi untuk mengajukan peninjauan kembali atas putusan praperadilan tersebut. (baca: Permohonan Dimenangkan di Praperadilan, Ini Kata Hadi Poernomo)
"Kami ada opsi untuk PK kalau memang ditolak dan kami terima surat pemberitahuannya," kata Johan.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Hadi Poernomo terhadap KPK. Dalam putusannya, hakim Haswandi menyatakan, penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Hadi batal demi hukum dan harus dihentikan.
Ini karena penyelidik dan penyidik KPK yang saat itu bertugas mengusut kasus Hadi sudah berhenti tetap dari kepolisian dan kejaksaan. Mereka juga dinilai belum berstatus sebagai penyelidik dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) meski telah diangkat secara resmi oleh KPK.
KPK menganggap putusan tersebut membingungkan dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Pasalnya, dalam putusan praperadilan sebelumnya yang mempersoalkan keabsahan penyidik KPK, hakim memutuskan pengangkatan penyidik KPK adalah sah.
Menurut KPK, dalam banyak tindak pidana, penyelidikan bisa dilakukan oleh aparat bukan Polri, seperti dalam kasus tindak pidana kehutanan, lingkungan, imigrasi, pajak, hingga bea dan cukai.
Putusan Haswandi dianggap jadi permasalahan yang serius bagi penegakan hukum, tak hanya dalam soal korupsi. Putusan itu juga berdampak pada kemungkinan tidak sahnya penegakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum lain karena penyelidikannya tidak dilakukan oleh polisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.