Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
ADVERTORIAL

Jaga Persatuan Indonesa dengan Pancasila

Kompas.com - 08/06/2015, 09:28 WIB
advertorial

Penulis


Hari itu, 1 Juni 1945, di hadapan sejumlah tokoh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI alias Dokuritsu Juni Cosakai), Bung Karno menyampaikan pidatonya soal usulan calon dasar negara Indonesia. Ada lima hal yang menjadi konsentrasinya, yakni Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia), Internasionalisme (Perikemanusiaan), Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan yang Berkebudayaan. Singkatnya, setelah empat hari melakukan perundingan di Gedung Chuo Saing Iri (kini dikenal "Gedung Pancasila" di Pejambon, Jakarta), peserta rapat akhirnya menyetujui usulan Bung Karno secara aklamasi.

Satu bulan sejak sidang pertama BPUPKI, ternyata masih belum ditemukan titik terang soal rumusan dasar negara Indonesia. Untuk menyelesaikan hal tersebut, dibentuklah Panitia Sembilan yang diketuai oleh Bung Karno sendiri. Pada 22 Juni 1945, dihasilkan rumusan dasar negara yang dikenal sebagai Piagam Jakarta dengan isi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebihaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Belum selesai sampai di situ, setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus, 70 tahun yang lalu, muncul penolakan atas asas kesatu Pancasila dan alinea Pembukan UUD 1945. Perwakilan Indonesia bagian Timur, pada waktu itu, datang menemui Bung Hatta menyampaikan keberatannya. Katanya, jika kalimat "kewajiban menjalankan syariat Islam" tidak dihapus, maka Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari Indonesia.

Itulah sepenggal kisah yang disampaikan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid dalam acara Sosialisasi Empat Pilar MPR (Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara, UUD NRI 1945 sebagai Konstitusi Negara & Ketetapan MPR, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Bentuk Negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai Semboyan Negara) di Universitas Nasional, Jakarta.

Kisah tersebut membawa peserta sosialisasi, yang merupakan mahasiswa dari berbagai daerah, seakan kembali ke masa lalu, masa ketika dasar negara Indonesia masih dirancang dan diperdebatkan.

"Setelah itu, tokoh Islam dan tokoh nasionalis melakukan perundingan. Akhirnya terciptalah harmoni seperti sekarang, Pancasila yang kita kenal kini," ungkap Hidayat di depan seratus peserta sosialisasi siang itu, Jumat (5/6/2015).

Dalam sosialisasi bertema "Refleksi Pancasila Sebagai Pemersatu dalam Kerangka Negara Hukum" tersebut, Hidayat mengungkapkan, Indonesia belum tentu selanggeng sekarang bila dulu The Founding Fathers tetap egois mempertahankan dasar negara.

"Tapi tidak, mereka tetap menjaga persatuan Indonesia. Kalau tidak, maka Indonesia tidak akan bertahan lama. Maka dari itu, Pancasila diubah untuk mengakomodir semua golongan," lanjutnya.

Hal senada juga diungkapkan anggota MPR, Khotibul Umam, yang turut menjadi pembicara siang itu. Katanya, sejarah perumusan Pancasila merupakan perjalanan yang panjang dengan diskusi yang luar biasa. Maka dari itu, penting bagi masyarakat untuk menginternalisasi Pancasila ke dalam diri mereka.

Hadir sebagai pembicara, dosen Pascasarjana Ilmu Politik Unas, Firdaus Syam, juga mengatakan hal serupa. Ia mengatakan, Pancasila harus jadi kepribadian bangsa. Sosialisasi yang ada tidak akan berguna bisa perilaku masyarakat masih jauh dari Pancasila.

"Maka dari itu, perlu suatu model atau program untuk bisa membantu masyarakat mengimplementasikan sosialisasi yang ada. Bukan hanya mengenal Pancasila, tapi juga menjadikan Pancasila sebagai karakter di masyarakat," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ahli Sebut Struktur Tol MBZ Sulit Diperkuat karena Material Beton Diganti Baja

Ahli Sebut Struktur Tol MBZ Sulit Diperkuat karena Material Beton Diganti Baja

Nasional
DKPP Panggil Desta soal Ketua KPU Diduga Rayu PPLN

DKPP Panggil Desta soal Ketua KPU Diduga Rayu PPLN

Nasional
Anggap Publikasikan Nama Calon Menteri Tidak Tepat, PAN: Tunggu Prabowo Minta Dulu

Anggap Publikasikan Nama Calon Menteri Tidak Tepat, PAN: Tunggu Prabowo Minta Dulu

Nasional
DKPP Gelar Sidang Perdana Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Rabu Besok

DKPP Gelar Sidang Perdana Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Rabu Besok

Nasional
4 Wilayah di Bali Jadi Kabupaten Lengkap, Menteri ATR/BPN AHY: Semoga dapat Perkuat Semangat Investasi

4 Wilayah di Bali Jadi Kabupaten Lengkap, Menteri ATR/BPN AHY: Semoga dapat Perkuat Semangat Investasi

Nasional
Kemenkes Ungkap Belum Semua Rumah Sakit Siap Terapkan KRIS

Kemenkes Ungkap Belum Semua Rumah Sakit Siap Terapkan KRIS

Nasional
Ahli Sebut Tol MBZ Masih Sesuai Standar, tapi Bikin Pengendara Tak Nyaman

Ahli Sebut Tol MBZ Masih Sesuai Standar, tapi Bikin Pengendara Tak Nyaman

Nasional
Ahli Yakin Tol MBZ Tak Akan Roboh Meski Kualitas Materialnya Dikurangi

Ahli Yakin Tol MBZ Tak Akan Roboh Meski Kualitas Materialnya Dikurangi

Nasional
Tol MBZ Diyakini Aman Dilintasi Meski Spek Material Dipangkas

Tol MBZ Diyakini Aman Dilintasi Meski Spek Material Dipangkas

Nasional
Jet Tempur F-16 Kedelepan TNI AU Selesai Dimodernisasi, Langsung Perkuat Lanud Iswahjudi

Jet Tempur F-16 Kedelepan TNI AU Selesai Dimodernisasi, Langsung Perkuat Lanud Iswahjudi

Nasional
Kemensos Siapkan Bansos Adaptif untuk Korban Bencana Banjir di Sumbar

Kemensos Siapkan Bansos Adaptif untuk Korban Bencana Banjir di Sumbar

Nasional
Ahli Sebut Proyek Tol MBZ Janggal, Beton Diganti Baja Tanpa Pertimbangan

Ahli Sebut Proyek Tol MBZ Janggal, Beton Diganti Baja Tanpa Pertimbangan

Nasional
Jokowi Kembali ke Jakarta Usai Kunjungi Korban Banjir di Sumbar

Jokowi Kembali ke Jakarta Usai Kunjungi Korban Banjir di Sumbar

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98: Kami Masih Ada dan Akan Terus Melawan

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98: Kami Masih Ada dan Akan Terus Melawan

Nasional
Dewas KPK Sudah Cetak Putusan Etik Ghufron, tapi Tunda Pembacaannya

Dewas KPK Sudah Cetak Putusan Etik Ghufron, tapi Tunda Pembacaannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com