JAKARTA, KOMPAS.com - Penyanyi kondang Jaja Miharja mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (13/5/2015). Sebelum masuk ke dalam gedung, Jaja mengaku bahwa ia mengadukan tanah milik kakaknya yang saat ini berada di wilayah PD Pasar Jaya.
Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengklaim tanah milik kakaknya sebagai tanah milik pemerintah.
"Kalau rakyat ngakuin tanah pemerintah diapain? Kan pasti dihukum. Sekarang kalau pemerintah ambil tanah rakyat gimana?" ujar Jaja di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (13/5/2015).
Jaja mengatakan, kakaknya membayar pajak tanah seluas 1.193 meter persegi tersebut secara rutin selama puluhan tahun. Tanah tersebut terletak di Pasar Pramuka, Salemba, Jakarta Pusat. Namun, ia merasa pemerintah memanfaatkan lahan tersebut dengan melakukan retribusi dari para pedagang.
"Retribusi yang ngambil PD Pasar Jaya, kita yang bayar pajaknya," kata Jaja.
Jaja datang ke gedung KPK bersama sejumlah kerabatnya dengan menumpangi mobil Chevrolet Optima bernomor polisi B 247 JS. Bersama Jaja, kerabat Jaja bernama Denny Hidayat menyatakan bahwa kedatangannya untuk menyampaikan salinan surat yang dikirimkannya ke Presiden Joko Widodo mengenai sengketa tanah tersebut.
"Kami hanya menyerahkan salinan surat yang pernah kami berikan kepada bapak presiden," kata Denny.
Tak hanya kepada Jokowi, mereka juga telah menyurati Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan meminta audiensi dengan pemerintah DKI. Namun, hingga kini belum ditanggapi.
Denny mengaku juga telah menyerahkan salinan surat tersebut kepada Badan Reserse Kriminal Polri. Bahkan, pihak keluarganya telah mengajukan gugatan perdata atas tanah tersebut dan dimenangkan oleh pihak penggugat. Namun, hingga kini putusan tesebut belum dieksekusi.
"MA menolak kasasi mereka dan memutuskan bahwa tanah tersebut adalah mutlak milik kami," kata Denny.
Oleh karena itu, Denny berharap agar KPK menanggapi surat yang diserahkannya tersebut dan menindaklanjutinya. Ia mengatakan, KPK yang berwenang menentukan apakah terdapat unsur pidana atau tidak dalam sengketa lahan tersebut.
"Apabila ada hal-hal yang menjadi kewenangannya untuk memproses hal ini, silakan kita serahkan," ujar Denny.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.