Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpidana Mati Asal Brasil Ajukan Peninjauan Kembali Lagi

Kompas.com - 27/04/2015, 11:20 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com — Tim kuasa hukum salah satu terpidana mati asal Brasil, Rodrigo Gularte, mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, 7 Februari 2005 lalu.

Rodrigo divonis bersalah telah menyelundupkan 19 kilogram heroin di dalam papan seluncur. Adapun PK kini yang diajukan adalah yang kedua kalinya.

"Kita ajukan PK karena Rodrigo terbukti mengalami gangguan kejiwaan, seharusnya tidak bisa dihukum mati," kata salah satu kuasa hukum Rodrigo, Alex Argo Hernowo, Senin (27/4/2015).

Alex menjelaskan, kuasa hukum Rodrigo sebelumnya pernah mengajukan PK, tetapi permintaan tersebut ditolak. Kini, Alex bersama timnya kembali mengajukan PK atas dasar bukti rekam medis diri Rodrigo yang menyatakan bahwa memang ada gangguan mental kronis dengan diagnosis skizofrenia paranoid dan gangguan bipolar psikotik. Rekam medis tersebut didapat dari Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap.

Dengan permohonan PK ini, bisa dipastikan pelaksanaan hukuman mati terhadap Rodrigo akan ditunda. Nasib Rodrigo akan ditentukan menunggu hasil dari pengajuan PK tersebut.

"Kita telah kirim notifikasi ke Kejaksaan Agung, jadi menunggu proses PK dulu. Biasanya maksimal 30 hari," kata Alex.

Rodrigo ditangkap pada 31 Juli 2004 di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Rodrigo kedapatan menyelundupkan 19 kilogram heroin di dalam papan seluncur saat ditangkap.

Ia divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada 7 Februari 2005 dan grasinya ditolak pada 5 Januari 2015.

Kasus Rodrigo cukup mendapat perhatian serius dari para pegiat hak asasi manusia. Pasalnya, Rodrigo disebut memiliki gangguan kejiwaan sehingga dianggap tidak layak menerima eksekusi mati.

Berdasarkan rekam medis dari dokter yang menangani kejiwaan Rodrigo, warna negara Brasil itu mengidap gangguan kejiwaan sejak tahun 1982 dan divonis mengidap gangguan saraf di otak.

Gangguan tersebut menyebabkan Rodrigo kehilangan kapasitas untuk menilai sesuatu secara benar atau salah dan mengabaikan konsekuensi dari tindakannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif

Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif

Nasional
Menteri ESDM Soal Revisi PP Minerba: Semua K/L Sudah Siap, Tinggal dari Istana

Menteri ESDM Soal Revisi PP Minerba: Semua K/L Sudah Siap, Tinggal dari Istana

Nasional
RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

Nasional
Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Nasional
DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

Nasional
Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Nasional
Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Nasional
Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Nasional
LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus 'Justice Collaborator'

LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus "Justice Collaborator"

Nasional
Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Nasional
Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Nasional
Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Nasional
Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Nasional
Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com