JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi sudah melayangkan nota protes kepada pemerintah Arab Saudi terkait tidak diberitahukannya eksekusi mati terhadap tenaga kerja Indonesia, Siti Zaenab. Menindaklanjuti protes itu, Retno memanggil Duta Besar Arab Saudi di Jakarta.
"Nota protes baru dikirim kemarin sore dan hari ini akan kami panggil dubesnya," ujar Retno usai mendampingi Presiden Joko Widodo bertemu duta besar dan perwakilan negara-negara OKI di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/4/2015).
Di dalam pertemuan dengan Duta Besar Arab Saudi di forum itu, Retno mengaku tidak membahas soal nasib Siti Zaenab yang berakhir dipancung pada Selasa (14/4/2015).
Presiden dan Duta Besar Arab Saudi lebih banyak membahas soal perlunya umat Islam bersatu untuk memajukan perdamaian. (baca: "Siti Zaenab Dieksekusi Mati, Tamparan Keras bagi Jokowi")
Retno menjelaskan, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk meloloskan Siti Zaenab dari hukum pancung. Tiga presiden RI, yakni Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden Joko Widodo telah mengirimkan surat permohonan maaf bagi Siti Zaenab.
Namun, berdasarkan peraturan hukum di Arab Saudi, vonis hukum qhisash bisa gugur asalkan mendapat pengampunan dari ahli waris korban. Persoalan muncul saat ahli waris korban tidak mau memaafkan.
Siti Zaenab lalu dieksekusi mati pada Selasa siang waktu Indonesia, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya ke pihak kuasa hukum. (Baca: Siti Zaenab Dieksekusi Tanpa Pemberitahuan, Indonesia Kirim Nota Protes ke Arab Saudi)
"Perwakilan kami tak diberi tahu soal pelaksanaan ini. Kami hanya diberi tahu setelah pelaksanaan dilakukan," ujar Retno.
Siti Zainab dipidana atas kasus pembunuhan terhadap istri dari pengguna jasanya yang bernama Nourah Bt Abdullah Duhem Al Maruba pada tahun 1999. Dia kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999. (baca: Siti Zaenab Dieksekusi Mati, Pemerintah Diminta Stop Kirim TKI ke Arab Saudi)
Setelah melalui rangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati atau qishash kepada Siti Zainab. Dengan jatuhnya keputusan qishash tersebut maka pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban.
Namun, pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil balig. Pada tahun 2013, setelah dinyatakan akil balig, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi telah menyampaikan kepada pengadilan perihal penolakannya untuk memberikan pemaafan kepada Siti Zainab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada tahun 2013.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.