Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Protes Eksekusi Mati Siti Zaenab, Menlu Panggil Dubes Arab Saudi

Kompas.com - 15/04/2015, 12:27 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi sudah melayangkan nota protes kepada pemerintah Arab Saudi terkait tidak diberitahukannya eksekusi mati terhadap tenaga kerja Indonesia, Siti Zaenab. Menindaklanjuti protes itu, Retno memanggil Duta Besar Arab Saudi di Jakarta.

"Nota protes baru dikirim kemarin sore dan hari ini akan kami panggil dubesnya," ujar Retno usai mendampingi Presiden Joko Widodo bertemu duta besar dan perwakilan negara-negara OKI di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/4/2015).

Di dalam pertemuan dengan Duta Besar Arab Saudi di forum itu, Retno mengaku tidak membahas soal nasib Siti Zaenab yang berakhir dipancung pada Selasa (14/4/2015).

Presiden dan Duta Besar Arab Saudi lebih banyak membahas soal perlunya umat Islam bersatu untuk memajukan perdamaian. (baca: "Siti Zaenab Dieksekusi Mati, Tamparan Keras bagi Jokowi")

Retno menjelaskan, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk meloloskan Siti Zaenab dari hukum pancung. Tiga presiden RI, yakni Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden Joko Widodo telah mengirimkan surat permohonan maaf bagi Siti Zaenab.

Namun, berdasarkan peraturan hukum di Arab Saudi, vonis hukum qhisash bisa gugur asalkan mendapat pengampunan dari ahli waris korban. Persoalan muncul saat ahli waris korban tidak mau memaafkan.

Siti Zaenab lalu dieksekusi mati pada Selasa siang waktu Indonesia, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya ke pihak kuasa hukum. (Baca: Siti Zaenab Dieksekusi Tanpa Pemberitahuan, Indonesia Kirim Nota Protes ke Arab Saudi)

"Perwakilan kami tak diberi tahu soal pelaksanaan ini. Kami hanya diberi tahu setelah pelaksanaan dilakukan," ujar Retno.

Siti Zainab dipidana atas kasus pembunuhan terhadap istri dari pengguna jasanya yang bernama Nourah Bt Abdullah Duhem Al Maruba pada tahun 1999. Dia kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999. (baca: Siti Zaenab Dieksekusi Mati, Pemerintah Diminta Stop Kirim TKI ke Arab Saudi)

Setelah melalui rangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati atau qishash kepada Siti Zainab. Dengan jatuhnya keputusan qishash tersebut maka pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban.

Namun, pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil balig. Pada tahun 2013, setelah dinyatakan akil balig, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi telah menyampaikan kepada pengadilan perihal penolakannya untuk memberikan pemaafan kepada Siti Zainab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada tahun 2013.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com