Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramalan Megawati

Kompas.com - 31/03/2015, 15:41 WIB


JAKARTA, KOMPAS
- Antara 18 September 2003 dan 4 April 2004, presiden ke-5 Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, paling tidak tiga kali meramalkan Indonesia krisis air.

Krisis air bisa terjadi dalam waktu 10 sampai 25 tahun sejak ramalan itu dikumandangkan Mega, bilamana mata air, hutan atau rimba raya, sungai dan lingkungan hidup tidak dipelihara dan diperhatikan dalam kurun waktu itu.

Ketika meresmikan perumahan TNI Angkatan Laut di Ciangsana, Bogor, Kamis, 18 September 2003, Megawati mengingatkan, jika sumber air tidak dijaga dalam waktu 10 tahun, Indonesia bisa krisis air. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan undang-undang yang mengatur tentang sumber daya air.

"Sekarang dibahas rancangan undang-undang tentang sumber daya air. Sepertinya sangat sederhana, air saja diundang-undangkan. Tapi, kalau tidak dijaga, 10 tahun yang akan datang, kita akan krisis air," ujar Mega saat itu.

Senin, 8 Maret 2004, sebelum meresmikan Bendungan Batutegi, di Desa Way Harong, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus, Lampung, Megawati mengatakan, bilamana bangsa, negara, dan pemerintah negeri ini tidak mampu menjaga lingkungan dan hutan dalam waktu sekitar 25 tahun, Indonesia akan kekurangan air bersih.

Sabtu, 3 April 2004, ketika meresmikan proyek Bendung Gerak Babat, salah satu proyek perbaikan dan pengaturan Bengawan Solo hilir di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, sekali lagi Megawati mengatakan, Indonesia sedang dibayangi ancaman krisis air bersih yang serius.

Dua belas tahun setelah ramalan Megawati itu, harian Kompas, awal Maret 2015, tiga kali memberitakan di halaman satu tentang ancaman krisis air bersih dan air minum untuk manusia Indonesia. Terbitan Senin, 2 Maret 2015, memilih judul "Ketersediaan Air Minum Terancam-Kehadiran Negara Belum Memenuhi Hak Rakyat".

Diwartakan pula, semua sungai besar di Indonesia tidak layak dijadikan sumber air baku untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat.

Kemudian berita Selasa, 3 Maret, ditulis dengan judul, "Negara Belum Siap Kelola Air". Dua hari kemudian, diberitakan lagi, "Air Bersih Kian Sulit Dicari".

Bukan hanya soal krisis air yang disampaikan Megawati. Di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 23 Mei 2003, dia menyampaikan kerisauannya atas tindakan sejumlah pemerintah daerah di Indonesia yang melakukan konversi lahan pertanian untuk kepentingan di luar pertanian.

"Bisakah dibayangkan 50 atau 100 tahun lagi terjadi kelaparan di Indonesia akibat perbuatan kita sendiri," ujar Megawati ketika membuka Rapat Teknis Sensus Pertanian.

Tatkala bicara soal krisis air di tempat tinggalnya di Menteng, Jakarta Pusat, beberapa pekan lalu, Megawati bertanya, "Coba sebutkan di mana mata air Sungai Berantas dan Sungai Ciliwung?" Mari kita cari mata air dua sungai itu dan bagaimana nasibnya?

Bukan hanya krisis air, kini Indonesia juga dibayangi krisis energi, krisis pangan, dan krisis-krisis lain, termasuk krisis kepemimpinan.

Mari sekarang bercerita tentang air dalam suasana jenaka atau canda. Sabtu, 24 Januari 2015, ketika sekelompok wartawan mewawancarai Presiden Joko Widodo soal pemerintahannya yang saat itu menjelang berumur 100 hari di Kantor Presiden di Kompleks Istana Negara dan Istana Merdeka, Jakarta, salah seorang wartawan berkali-kali batuk. Sang wartawan itu belum minum air putih sebelum wawancara. (J Osdar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polemik RUU Penyiaran, Komisi I DPR Minta Pemerintah Pertimbangkan Masukan Rakyat

Polemik RUU Penyiaran, Komisi I DPR Minta Pemerintah Pertimbangkan Masukan Rakyat

Nasional
Jadi Tuan Rumah Pertemuan Organisasi Petroleum ASEAN, Pertamina Dorong Kolaborasi untuk Ketahanan Energi

Jadi Tuan Rumah Pertemuan Organisasi Petroleum ASEAN, Pertamina Dorong Kolaborasi untuk Ketahanan Energi

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kapolri Pilih Umbar Senyum Saat Ditanya Dugaan Penguntitan Jampidsus

Di Hadapan Jokowi, Kapolri Pilih Umbar Senyum Saat Ditanya Dugaan Penguntitan Jampidsus

Nasional
Penerapan SPBE Setjen DPR Diakui, Sekjen Indra: DPR Sudah di Jalur Benar

Penerapan SPBE Setjen DPR Diakui, Sekjen Indra: DPR Sudah di Jalur Benar

Nasional
Soal Dugaan Jampidsus Dibuntuti Densus 88, Komisi III DPR Minta Kejagung dan Polri Duduk Bersama

Soal Dugaan Jampidsus Dibuntuti Densus 88, Komisi III DPR Minta Kejagung dan Polri Duduk Bersama

Nasional
Ketum PBNU Minta GP Ansor Belajar dari Jokowi

Ketum PBNU Minta GP Ansor Belajar dari Jokowi

Nasional
Momen Hakim Agung Gazalba Saleh Melenggang Bebas dari Rutan KPK

Momen Hakim Agung Gazalba Saleh Melenggang Bebas dari Rutan KPK

Nasional
Di Jenewa, Menkominfo bersama Sekjen DCO Bahas Akselerasi dan Keberlanjutan Ekonomi Digital

Di Jenewa, Menkominfo bersama Sekjen DCO Bahas Akselerasi dan Keberlanjutan Ekonomi Digital

Nasional
Bertemu Pemilik Burj Khalifa, Prabowo: Beliau Yakin Pendapatan Pariwista RI Naik 200-300 Persen

Bertemu Pemilik Burj Khalifa, Prabowo: Beliau Yakin Pendapatan Pariwista RI Naik 200-300 Persen

Nasional
Kapolri Diminta Copot Anggotanya yang Akan Maju Pilkada 2024

Kapolri Diminta Copot Anggotanya yang Akan Maju Pilkada 2024

Nasional
Zulhas Pastikan Kemendag dan Pertamina Patra Niaga Berkomitmen Awasi Pengisian LPG di SPBE

Zulhas Pastikan Kemendag dan Pertamina Patra Niaga Berkomitmen Awasi Pengisian LPG di SPBE

Nasional
 Ditanya Hakim soal Biaya “Skincare”, Istri SYL: Apa Saya Masih Cocok? Saya Sudah Tua

Ditanya Hakim soal Biaya “Skincare”, Istri SYL: Apa Saya Masih Cocok? Saya Sudah Tua

Nasional
Jokowi Sebut UKT Kemungkinan Naik Tahun Depan, Supaya Tak Mendadak

Jokowi Sebut UKT Kemungkinan Naik Tahun Depan, Supaya Tak Mendadak

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Beda Gerakan Mahasiswa Era 1998 dan Sekarang

GASPOL! Hari Ini: Beda Gerakan Mahasiswa Era 1998 dan Sekarang

Nasional
Pimpinan KPK Sebut Pertimbangan Hakim Kabulkan Eksepsi Gazalba Bisa Bikin Penuntutan Perkara Lain Tak Sah

Pimpinan KPK Sebut Pertimbangan Hakim Kabulkan Eksepsi Gazalba Bisa Bikin Penuntutan Perkara Lain Tak Sah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com