JAKARTA, KOMPAS - Negara dan pemerintah hingga saat ini belum siap memenuhi kebutuhan air layak minum bagi seluruh rakyat. Peran swasta dalam pengelolaan sumber daya air pada beberapa tahun ke depan diperkirakan masih akan cukup besar.
Saat ini, semua perusahaan air minum di Indonesia yang berjumlah 425 perusahaan, di bawah pengelolaan pemerintah daerah, melayani sekitar 10 juta sambungan rumah atau setara dengan 60 juta orang atau 25 persen dari total penduduk. Dari sisi volume, itu setara dengan 3,2 miliar liter pada 2013.
Bandingkan dengan volume penjualan air minum dalam kemasan milik swasta yang mencapai 20,3 miliar liter (2013). Tahun 2014, volumenya naik menjadi 23,9 miliar liter.
Data itulah yang antara lain memunculkan keraguan atas kesiapan pemerintah menyediakan air layak minum. "Siap tidak siap, kalau sudah menjadi program pemerintah, kami harus siap," kata Direktur Eksekutif Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia Subekti, di Jakarta, Senin (2/3).
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA) beserta enam peraturan turunannya, mengabulkan gugatan sejumlah pemohon organisasi dan perorangan. Kehadiran negara dalam mengelola sumber daya air, termasuk air layak minum, didesak untuk ditingkatkan lagi.
Di Jakarta, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, pihak swasta tetap dapat berperan dalam penyediaan air minum. Namun, pemerintah harus tetap mengontrol penyediaan air minum bagi warga negara.
"Swasta dimungkinkan selama (penyediaan dan pengelolaan air) dikuasai negara. Dapat dikuasai melalui BUMN dan BUMD, jika ada sisa (kewenangan), dapat dikerjakan swasta," ujarnya seusai diskusi di Gedung MPR/DPR.
Pendiri Indonesia Water Institute yang juga dosen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Firdaus Ali, mengatakan, peran pemerintah harus diwujudkan dengan menekan harga air agar tidak mahal. Caranya, negara hadir melakukan investasi pada fasilitas pengolahan, transmisi, distribusi, dan sambungan rumah.
Jika akses air bersih layak minum saat ini tak terpenuhi, lanjut Firdaus, itu karena pengelolaannya buruk. "Karena pemerintah tak menginvestasikan cukup, swasta memproyeksikan harga sesuai target keuntungan," katanya.
Banyak kendala
Di sejumlah daerah, ketidakpuasan pelanggan masih mendominasi penanganan air bersih oleh PDAM. Di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, sekitar 17.500 pelanggan atau seperlima dari total pelanggan PDAM Balikpapan, kesulitan air bersih sejak lima hari lalu.
Pipa transmisi patah akibat longsor di lokasi pengembangan perumahan Grand City. Dampaknya, produksi air di Instalasi Pengolahan Air Minum Kampung Damai anjlok separuh, menjadi 200 liter per detik. "Kami secepatnya memperbaiki," ujar Gazali Rachman, Direktur Umum PDAM Balikpapan.
Kompas/Emanuel Edi Saputra
Di Nagari Kepala Hilalang, Kecamatan 2x11 Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, sebagai bentuk protes, warga merusak pipa PDAM Padang Pariaman di Korong Pincuran Tujuh. Lubang besar sedalam 30 sentimeter digali sebelum melubangi pipa.
Sekitar 6.000 dari total 13.000 pelanggan PDAM di Padang Pariaman dan Kota Pariaman akhirnya tak mendapat aliran air bersih. "Ini akar masalahnya bertahun-tahun," kata Wali Nagari Kepala Hilalang Taufik Syafei.
Di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang dilintasi Sungai Kahayan, air PDAM mengalir, tetapi sering keruh karena terpengaruh tanah gambut. Warga harus lebih dulu menampung air agar kotoran mengendap.