JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa Agung HM Prasetyo mengungkapkan, tidak ada rekayasa yang terjadi dalam kasus yang menjerat remaja bernama Yusman Telaumbauna Arif (16). Meski belum cukup umur, Yusman dijatuhi hukuman mati atas tuduhan pembunuhan berencana.
"Kan sudah ada pernyataan dari pengacaranya, dan bahwa proses penanganan hukumnya tidak ada rekayasa. Ya faktanya seperti itu," ujar Prasetyo di Istana Kepresidenan, Kamis (19/3/2015).
Dia menjelaskan bahwa apabila Yusman dianggap belum cukup umur, sudah ada persidangan yang dijalankan sesuai mekanismenya. Prasetyo pun kembali mengungkit pernyataan kuasa hukum Yusman yang justru meminta hukuman Yusman diperberat.
"Dari pengacaranya pun bahkan mendorong supaya (Yusman) divonis mati, mungkin melihat fakta perbuatannya," ucap Prasetyo. (Baca: Ada Penasihat Hukum yang Minta Kliennya Dihukum Mati)
Vonis mati
Seperti diberitakan sebelumnya, Yusman Telaumbauna Arif dituntut seumur hidup dengan tuduhan pembunuhan berencana terhadap tiga majikannya yang hendak membeli tokek darinya. Namun, kuasa hukum, yang baru mendampinginya di pertengahan proses sidang, malah meminta jaksa untuk menghukum mati kliennya. Majelis hakim Pengadilan Negeri Gunung Sitoli, Sumatera Utara, pun mengabulkan permintaan pengacara itu.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar menilai, ada kejanggalan dalam kasus pembunuhan berencana jual beli tokek di Nias, Sumatera Utara, yang menjerat seorang anak di bawah umur. Menurut dia, penasihat umum yang semestinya membela di persidangan justru memberatkan vonisnya. (Baca: Kontras Duga Ada Rekayasa dalam Kasus Anak Nias yang Dihukum Mati)
Haris mengatakan, sejak awal penyidikan, Yusman dan kakak iparnya, Rasula Hia, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini, tidak didampingi oleh kuasa hukum. Padahal, berdasarkan Pasal 56 KUHP, pejabat yang bersangkutan pada setiap tingkat pemeriksaan wajib menunjuk advokat secara cuma-cuma untuk tersangka atau terdakwa yang diancam dengan hukuman lebih dari 15 tahun. (Baca: Polisi Bantah Dugaan Kontras Soal Rekayasa Kasus Anak di Nias)
Menurut dia, hal tersebut pun membuat penyidik memperlakukan mereka secara semena-mena dengan berbagai penyiksaan. Haris juga menduga bahwa pihak kepolisian hingga kejaksaan yang memproses hukum Yusman dan Rasula kompak "bermain" dalam kasus tersebut. Menurut Haris, bisa saja polisi merekayasa kasus untuk mencari sensasi dan mengejar target kasus.
"Bisa jadi, motif kejar setoran kasus," kata Haris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.