"Situs pornografi lebih mudah diidentifikasi. Kenapa? Situs pornografi kan untuk jualan di luar negeri, jadi lebih gampang. Ada porn, ada apa gitu (kata kuncinya)," ujar Rudiantara di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (18/3/2015).
Ia mengatakan, situs terkait terorisme dan radikalisme sulit diblokir karena gerakan kelompok ini cenderung tersembunyi dan tak ingin diketahui melalui kata kunci yang mudah diidentifikasi. Dengan segala kendala itu, pemerintah tidak memiliki data berapa banyak situs yang terindikasi menyebarkan paham radikalisme ataupun terorisme.
"Enggak bisa kehitung. Kalau pornografi, kami tahu, setiap hari berapa yang di-search, berapa yang di-black list, kami punya datanya. Nah, situs-situs yang berkaitan dengan terorisme, mereka tidak menggunakan (kata) 'terorisme' gitu, mana berani," kata dia.
Oleh karena itu, Rudiantara mengaku, untuk kasus terorisme, pemerintah lebih banyak melakukan pemblokiran melalui pengaduan masyarakat. Jika ada aduan, maka pemerintah mencari asalnya dan meminta pemblokiran.
Saat ini, sebut Rudiantara, pemblokiran butuh waktu berjam-jam hingga akhirnya konten itu dihapus oleh pemilik situs. Dia mencontohkan, situs YouTube yang menampilkan video anak-anak Indonesia yang diduga ikut ISIS akhirnya dihapus setelah ada permintaan dari Pemerintah Indonesia.
Ke depan, lanjut Rudiantara, pemerintah tengah mengusahakan agar pemblokiran bisa dilakukan sendiri terhadap situs-situs yang dianggap berbahaya sehingga tak perlu lagi menunggu pihak ketiga.
"Rencananya pertengahan tahun, secara bertahap," kata dia.
Seperti diketahui, penyebaran paham radikalisme oleh ISIS kini mulai marak dilakukan melalui dunia maya. Setelah seorang pemuda yang mengaku berasal dari Indonesia dan memutuskan bergabung dengan ISIS sempat menghebohkan Pemerintah Indonesia pada tahun 2013 lalu, kini muncul video anak-anak Indonesia yang ditampilkan mendapat pelatihan perang. Video ini diunggah ke YouTube sejak Minggu (15/3/2015).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.