Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Kritik Wewenang Kepala Staf Kepresidenan, Apa Kata Istana?

Kompas.com - 04/03/2015, 19:58 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla mengkritik penambahan wewenang Kepala Staf Kepresidenan yang bisa menimbulkan kesimpangsiuran koordinasi. Menurut dia, sudah terlalu banyak instansi yang memiliki wewenang untuk menjalankan fungsi koordinasi. Apa tanggapan Istana soal kekhawatiran JK itu?

Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengungkapkan, saat ini ada tiga peraturan presiden yang baru soal kelembagaan untuk menyesuaikan fungsi pasca-penambahan wewenang Kepala Staf Kepresidenan. Tiga perpres itu soal Kantor Staf Kepresidenan, Sekretariat Negara, dan Sekretariat Kabinet.

"Nah, sekarang ada yang namanya tim sinkronisasi. Itu dibuat berdasarkan keputusan Menteri Sekretaris Negara yang anggotanya ada dalam ketiga lembaga tersebut," ujar Andi di Istana Kepresidenan, Rabu (4/3/2015).

Selain pimpinan ketiga lembaga itu, Andi mengatakan, Sekretaris Wakil Presiden juga dilibatkan dalam tim sinkronisasi itu. Setwapres pun fungsinya diubah dan diatur dalam perpres yang mengatur soal Setneg.

Menurut Andi, koordinasi nantinya tidak hanya melibatkan tiga lembaga, tetapi juga Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Pengawasan Keuangan Pemerintah. Dua lembaga itu kini berada di bawah langsung Presiden. Andi mengatakan, dengan banyaknya lembaga di bawah Presiden, diusahakan tidak terjadi tumpang tindih. Dari awal, kata dia, Presiden Jokowi meminta agar ada perbedaan fungsi yang dijalankan semua lembaga.

"Karena itu, dipilah-pilah, misalkan Bappenas ya perencanaan, Setneg untuk tugas-tugas ketatanegaraan, Setkab untuk manjemen kabinet, Kepala Staf untuk program-program prioritas dan isu-isu strategis, BPKP untuk pengawasan teknis pembangunan. Di dalamnya ada peran penting Wapres untuk membantu pelaksanaan tugas-tugas Presiden," papar Andi.

Andi menyebutkan, meski ada penambahan, wewenang Kepala Staf Kepresidenan terbatas. Kepala Staf bisa memanggil menteri untuk keperluan koordinasi. Namun, dia menegaskan, Kepala Staf tidak bertindak seperti UKP4 yang memberi nilai kinerja para menteri.

"Cenderung tidak akan memberi rapor merah, biru, hijau. Jadi, lebih ke program prioritas, seperti jalan tol, listrik, nilai tukar, inflasi," kata Andi.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi menerbitkan Perpres No 26/2015 tentang Kepala Staf Kepresidenan. Luhut B Panjaitan selaku Kepala Staf Kepresidenan yang sebelumnya mendukung komunikasi politik dan mengelola isu-isu strategis kepresidenan sesuai Perpres No 190/2014 tentang Unit Kantor Presiden, kini ikut mengendalikan program prioritas. (Baca: Di Bawah Luhut Panjaitan, Wewenang Kantor Staf Presiden Jadi Lebih Luas)

Atas wewenang baru Luhut itu, JK pun protes. JK menilai penambahan kewenangan kepada Kepala Staf Kepresidenan berpotensi menimbulkan koordinasi yang berlebihan. Pada akhirnya, koordinasi yang berlebihan ini dinilainya berpotensi menciptakan kesimpangsiuran koordinasi pemerintahan.

"Mungkin nanti koordinasi berlebihan kalau terlalu banyak, ada instansi lagi yang bisa mengoordinasi pemerintahan, berlebihan nanti, kalau berlebihan, bisa simpang siur," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenkes Minta Masyarakat Waspada Lonjakan Covid-19 di Singapura, Tetap Terapkan Protokol Kesehatan

Kemenkes Minta Masyarakat Waspada Lonjakan Covid-19 di Singapura, Tetap Terapkan Protokol Kesehatan

Nasional
Pastikan Isi Gas LPG Sesuai Takaran, Mendag Bersama Pertamina Patra Niaga Kunjungi SPBE di Tanjung Priok

Pastikan Isi Gas LPG Sesuai Takaran, Mendag Bersama Pertamina Patra Niaga Kunjungi SPBE di Tanjung Priok

Nasional
Disindir Megawati soal RUU Kontroversial, Puan: Sudah Sepengetahuan Saya

Disindir Megawati soal RUU Kontroversial, Puan: Sudah Sepengetahuan Saya

Nasional
Diledek Megawati soal Jadi Ketum PDI-P, Puan: Berdoa Saja, 'Insya Allah'

Diledek Megawati soal Jadi Ketum PDI-P, Puan: Berdoa Saja, "Insya Allah"

Nasional
Kemenko Polhukam: Kampus Rawan Jadi Sarang Radikalisme dan Lahirkan Teroris

Kemenko Polhukam: Kampus Rawan Jadi Sarang Radikalisme dan Lahirkan Teroris

Nasional
BPIP Siapkan Paskibraka Nasional untuk Harlah Pancasila 1 Juni

BPIP Siapkan Paskibraka Nasional untuk Harlah Pancasila 1 Juni

Nasional
Jaksa Agung Mutasi 78 Eselon II, Ada Kapuspenkum dan 16 Kajati

Jaksa Agung Mutasi 78 Eselon II, Ada Kapuspenkum dan 16 Kajati

Nasional
Hari Ke-14 Haji 2024: Sebanyak 90.132 Jemaah Tiba di Saudi, 11 Orang Wafat

Hari Ke-14 Haji 2024: Sebanyak 90.132 Jemaah Tiba di Saudi, 11 Orang Wafat

Nasional
Di Tengah Rakernas PDI-P, Jokowi Liburan ke Borobudur Bareng Anak-Cucu

Di Tengah Rakernas PDI-P, Jokowi Liburan ke Borobudur Bareng Anak-Cucu

Nasional
DPR Sampaikan Poin Penting dalam World Water Forum ke-10 di Bali

DPR Sampaikan Poin Penting dalam World Water Forum ke-10 di Bali

Nasional
Ahok Mengaku Ditawari PDI-P Maju Pilgub Sumut

Ahok Mengaku Ditawari PDI-P Maju Pilgub Sumut

Nasional
Sadar Diri, PDI-P Cuma Incar Kursi Cawagub di Pilkada Jabar

Sadar Diri, PDI-P Cuma Incar Kursi Cawagub di Pilkada Jabar

Nasional
Tersandung Kasus Pemalsuan Surat, Pj Wali Kota Tanjungpinang Diganti

Tersandung Kasus Pemalsuan Surat, Pj Wali Kota Tanjungpinang Diganti

Nasional
Nasdem dan PKB Diprediksi Dapat 2 Jatah Kursi Menteri dari Prabowo

Nasdem dan PKB Diprediksi Dapat 2 Jatah Kursi Menteri dari Prabowo

Nasional
Hari ke-2 Rakernas PDI-P, Jokowi Masih di Yogyakarta, Gowes Bareng Jan Ethes...

Hari ke-2 Rakernas PDI-P, Jokowi Masih di Yogyakarta, Gowes Bareng Jan Ethes...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com