Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengawas Internal KPK Diminta Obyektif

Kompas.com - 12/02/2015, 06:45 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar Hukum Pidana Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Agustinus Pohan, meminta agar pengawas internal KPK bersikap obyektif dalam menilai laporan yang disampaikan oleh Plt Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam mengungkap dugaan manuver politik yang dilakukan Ketua KPK Abraham Samad dengan petinggi parpol jelang Pilpres 2014.

"Pengawas internal harus hati-hati dan obyektif dalam menangani kasus ini," ujar Agustinus dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu (11/2/2015).

Menurut Agustinus, pengawas internal KPK pasti akan mencari informasi dari pihak lain sebagai pembanding. Namun, ia meminta agar pengawas internal KPK selalu menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah itu.

Plt Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto telah menyerahkan bukti-bukti kepada pengawas internal KPK pada Senin (9/2/2015) lalu. Hasto menyatakan, bukti-bukti yang disampaikannya sudah memenuhi syarat untuk dibentuknya Komite Etik.

Pembentukan Komite Etik, kata Agustinus, akan dilakukan setelah adanya temuan indikasi pelanggaran. "Kalau memang alat bukti yang diberikan Hasto sudah cukup, maka sudah bisa dibentuk Komite Etik," jelasnya.

Menurut Agustinus, bila sudah ada indikasi pelanggaran, maka pembentukan Komite Etik itu menjadi sebuah kewajiban yang harus dilakukan KPK. Jika Pengawas Internal memutuskan pembentukan Komite Etik, kata dia, maka bisa dipastikan sudah terjadi pelanggaran kode etik.

"Komite Etik itu dibentuk jika ada pelanggaran etik," tuturnya.

Mantan penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, menegaskan, dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK, Abraham Samad, telah memasuki babak pemeriksaan.

"Sekarang kan Deputi Pengawas Internal KPK belum selesai melakukan pemeriksaan. Hasilnya itu yang nanti menjadi bahan perlunya pembentukan Komite Etik KPK," ujar Abdullah Hehamahua kepada wartawan, Jakarta, Rabu.

Tahapan yang dibutuhkan Deputi Pengawas Internal KPK harus berdasarkan bukti dan keterangan yang cukup. Oleh karena itu, perlu meminta keterangan pada semua pihak yang dianggap mengetahui dugaan pelanggaran etik itu.

Hasilnya nanti, kata dia, berupa rekomendasi yang ditujukan pada pimpinan KPK. Artinya, Deputi Pengawas Internal membuatkan rekomendasi terhadap seluruh hasil pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran etik Abraham Samad.

"Dari bekal rekomendasi itulah nantinya pimpinan KPK segera membentuk Komite Etik," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Nasional
Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Nasional
Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Nasional
Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com